Tirza Fotovoice
Kampung – Terlepas dari bagaimana perusahaan besar memainkan peran mengeruk sebesar-besarya sumber daya alam dan manusianya. Masyarakat di Desa sebenarnya memiliki sebuah harapan hidup yang lebih baik seperti orang-orang di daerah dataran rendah. Perubahan hidup paling tidak rumah atap katu diganti atap seng, atau adanya jalan untuk mempermudah masyarakat bisa bersosialisasi dengan orang di daerah dataran rendah, juga bagaimana menjual tanaman mereka.
Lokasi Berubah Sawit – Selama 10 tahun lokasi ini berubah sebanyak 3 kali. Mulai dari menjadi area sawah, kemudian berganti cokelat dan sekarang berganti menjadi sawit. Perubahan ini menyebabkan perubahan pola kerja di wilayah ini. Jika dulu ada gotong royong dalam menanam padi, kini hampir tidak ada perempuan yang lalu lalang di lokasi ini karena hampir semua pekerja adalah pria.
Bagian Utara Minti Makmur – Di bagian Utara Minti Makmur, tepatnya di lahan usaha 1, hamparan sawah masih terlihat luas membentang. Di ujung pandangan segera ditutupi pohon-pohon sawit yang mengelilingi area sawah. Sawah yang membentang ini ada sebagian milik sendiri yang digarap sendiri, ada juga sebagian yang menjadi penggarapnya saja.
Truk Sawit – Perusahaan membentuk kerjasama dengan petani lokal melalui pembentukan kelompok tani IGA (Income Generative Active) yang terdiri dari 20 orang masing-masing kelompok. Sistem ini diciptakan untuk membantu rantai distribusi buah sawit dari petani langsung kepada perusahaan. Truk yang memuat sawit ini adalah fasilitas yang sengaja disediakan perusahaan untuk mengangkut TBS (Tandan Buah Segar), IGA milik petani. Dengan begini pula, perusahaan memiliki kewenangan menentukan harga minimum untuk setiap kilo brondol sawit.
Perempuan Penjual Di Pasar – Perempuan penjual di Pasar. Diambil tanggal 21 Februari 2016 sekitar pukul 7 pagi. Foto ini menunjukkan aktifitas di pasar. Kebanyakan penjual adalah perempuan. Mereka menjual di pasar hanya pada hari pasar Minggu dan Rabu. Jika tidak ada pasar mereka akan menjelma menjadi buruh harian lepas di kebun sawit, juga ada yang kembali mencangkul atau menyabit
Belanjaan Di Pasar – Diambil 3 Maret 2016 pagi hari sekitar pukul 10 lebih 30 menit. Ini hasil jepretan Mama ID. Awalnya hanya coba memperkenalan penggunaan kamera. Saya memberi instruksi foto saja yang ingin difoto. Ini hasil foto mama ID yaitu saya sementara duduk minum di depan meja yang penuh dengan bahan belanjaan di pasar. Saat menghitung dengan mama ID, total pengeluaran mencapai Rp.87.000,-.
Petani Sawit – Petani sawit mengerahkan anggota keluarganya untuk membantu memanen sawit. Selain suami, istri juga diberi tanggung jawab membantu memisahkan brondol sawit dari janjangnya.
Perempuan Pengupas Brondol – Diambil tanggal 3 Maret sekitar pukul 10 pagi. Ini mereka, perempuan dengan kerja dan nasib serupa. Sama-sama mencari nafkah untuk keluarganya. Belum sempat mengenal nama dan berbicara banyak dengan mereka karena menurut mama IN yang mengantar saya, mereka harus terus bekerja. Pekerjaan ini menggunakan sistem kilo. Semakin banyak yang mampu mereka cabik dari brondolnya, semakin banyak pendapatan mereka.
Sawit Ditengah Sawah – Diambil pada tanggal 23 Februari 2016 sekitar pukul 8 di depan rumah seorang warga, Pak AG. Ini pemandangan sehari-hari mereka. Sayangnya itu bukan sawah mereka. Itu juga bukan sawit mereka. Pak AG sering menjelaskan “Ayo ke rumah saya, pas di depannya sawah. Ada juga signal sedikit”. Tapi jika ditanya dia hanya bisa bergurau “Tapi bukan punya saya.”
Cokelat Jelek – Tumbuhan coklat sekitar tahun 1990an sampai 2000an awal menjadi komoditi unggulan di seantero wilayah Lalundu. Tapi semenjak sawit masuk dan menunjukkan hasilnya yang menggiurkan, masyarakat sedikit demi sedikit mengalihkan perhatian ke eleasis ini. Selain itu banyak petani cokelat mengalami gagal panen karena hama sawit yang pindah ke coklat. Hal ekstrim yang dilakukan masyarakat adalah tidak tanggung-tanggung mereka menebang cokelat dan menggantinya dengan tanaman maruk air ini yaitu sawit
Cokelat Dijemur Cokelat yang dijemur menjadi rebutan bagi pemburu cokelat. Jika dulu para pemburu cokelat memiliki hasil cokelat dari lahannya sediri.Namun, sekarang mereka menjadi pemburu cokelat milik orang lain.
Kelapa – Kelapa adalah salah satu tumbuhan yang tergolong cukup banyak di daerah Lalundu. Meskipun begitu kelapa bukan tumbuhan yang menjadi prioritas utama untuk ditanam. Buahnya hanya dihargai senilai Rp.1.000.- Itupun menunggu buah yang masak karena diolah untuk menghasilkan santan
LOMBOK – Lombok adalah salah satu bahan dapur yang harus selalu ada. Rata-rata warga desa menghabiskan seperempat liter lombok sehari. Harga ¼ liter biasanya berkisar Rp.5.000,-an. Meski memiliki paling tidak lahan pekarangan yang luas, atau lahan perkebunan hingga berhektar-hektar. Hanya sedikit warga yang menanam lombok. Selebihnya memilih membeli lombok di kios-kios. Alasasn lahan sering kebanjiran atau tanahnya jenis pasir dan kering membuat masyarakat enggan menanam berbagai jenis tanaman kecuali bunga. Sedangkan di lahan perkebunan sudah susah ditanami lombok karena tertutup oleh sawit.
Sagu – Sagu adalah bahan pokok utama membuat makanan khas Sulawesi yaitu kapurung. Menurut penuturan warga kampung tetangga yang letak Desanya di perbukitan. Sagu banyak di daerah ini. Sayangnya tidak banyak yang membudidayakan sagu, bahkan malah beralih mengganti dengan sawit. Alhasil sagu yang harusnya bisa dipanen sendiri sekarang harus dibeli hanya untuk sekedar membuat kapurung.
Minol – MN meniru cara pipis AR, kakaknya. Setiap hari, mereka bermain bersama. Sehingga apa yang dilakukan kakanya, sebagian besar ditiru adiknya. Ibunya harus merelakan tanggung jawab menjadi penjaga adiknya selama ibunya mengurus pekerjaan rumah
Debu – Bukan karena gambar ini goyang atau terjadi masalah pada kameranya, tapi yang ditangkap oleh kamera adalah debu yang beterbangan saat mobil truk melintas di area perkebunan kelapa sawit. Setiap hari orang-orang menggunakan jalan ini. Bisa dibayangkan berapa banyak debu yang harus siap pengguna jalan terima.
Jalan Desa – Jalan Desa Minti Makmur begitu berdebu sehingga pengguna jalan harus menyediakan masker kalau-kalau melintas. Kali ini beberapa perempuan membawa anak-anaknya sekalian untuk menjual langsat ke Perusahaan (PT.LTT). Sayangnya tidak semua yang diatas motor menggunakan masker.
Keluarga – Keluarga ini berasal dari Malang, Jawa timur. Saat datang di wilayah Lalundu, Mereka menetap di Lalundu 2, yaitu desa Polanto Jaya. Setiap hari pasar Minggu dan Rabu di Minti Makmur mereka datang menjual buah. Bersesak-sesak diatas bak tempat buah, istri laki-laki ini duduk menggelantungkan kakinya diluar box sambil menggendong anaknya,. Alasan bapak ini ke daerah Lalundu secara spontan hanya satu yaitu mengubah nasib , dan mendapat penghasilan yang lebih baik.
Lahan Gersang – Lahan ini dulunya ditanami sawit.Hanya saja lokasi yang berada di bukit menghasilkan kerumitan tersendiri bagi pemilik kebun. Berbeda dengan lahan milik perusahaan. Mereka mengalokasikan sejumlah biaya untuk mengurus sawit yang ditanam di daerah seperti ini. Bedanya, tidak semua pemilik kebun menganggarkan sejumlah rupiah untuk mengurus dan memanen sawit yang berada di lokasi berbukit seperti ini. Alhasil, pohon-pohon sawit ditebang dan diganti dengan tumbuhan durian.
Pekarangan – Salah satu pekarangan rumah milik warga desa Minti Makmur. Pekarangan yang cukup besar sering tidak difungsikan untuk menanam jenis tumbuhan lain, selain bunga atau sawit. Hanya saja biasanya pekarangan yang luas difungksikan sebagai tempat menjemur hasil panen seperti cokelat atau kopra.
Proyek – Proyek dari dan untuk rakyat. Biasanya kontraktor yang bekerja sama dengan Dinas Pemerintah memilih mengambil material seperti: Pasir dan batu dari sungai yang ada di Desa. Selain murah, proses administrasi tergolong mudah sehingga pasir dan batu kali menjadi salah satu sumber pendapatan baik untuk Desa maupun untuk kontraktor
Sungai – Sungai menandai pemukiman. Dimana aliran sungai berada disitu kemungkinan dekat dengan pemukiman. Begitu juga keberadaan masyarakat Kaili yang dulu tinggal di dataran Rio. Selain itu sungai dulunya menjadi akses utama dari satu tempat ke tempat yang lain. Sebelum adanya Transmigrasi masyarakat setempat lebih banyak naik rakit menuju daerah Pasang Kayu, Mamuju Utara ketimbang lewat jalan darat.
Mengapa Harus Sawit – Orang Bali adalah penduduk transmigran yang pertama kali didatangkan tahun 1991. Sejak tiba di Desa Minti Makmur mereka bekerja sebagai petani.Mulai dari bersawah dan berkebun. Awalnya orang Bali menanam cokelat. Namun setelah pohon cokelat mati akibat hama sawit, orang Bali-lah yang duluan menanam sawit. Oleh karena itu mereka juga yang duluan merasakan keuntungan dari panen sawit. Melihat keuntungan yang melimpah yang didapat orang Bali akibat sawit, warga yang lain mulai mengikuti jejak orang Bali untuk berganti cokelat menjadi sawit.
Pendidikan – Melalui pendidikan perusahaan sawit mensosialisasikan keinginan memperluas pertumbuhan tanaman mereka. Dalam acara pesta HUT RI 17 Agustus 2016 seluruh anak-anak yang berprestasi di Kecamatan Rio Pakava mulai dari SD hingga SMA mendapat bantuan beasiswa sekitar Rp.900.000,-Per anak. Maka dengan hal ini posisi penting dibenak masyarakat sudah diduduki sawit. Ditambah lagi saat ajang lomba karya ilmiah antar SMA diadakan pertengahan Oktober tahun 2016 dengan tema ‘sawit’ segera menjadi ide utama untuk menunjukkan potensi Desa.
Rawah Berganti Sawit – Dulu ini adalah hamparan luas rawah yang dipenuhi bunga teratai. Sekarang daerah ini sudah tertutup dengan pohon-pohon sawit. Hanya sedikit yang tersisa yang bisa ditumbuhi bunga teratai. Selebihnya sudah menjadi tanah kering.
Perempuan Menanam Padi – 3 sama Makan, Tinggal, Kerja. Perempuan-perempuan ini hadir di Desa Minti Makmur akibat program Transmigrasi 25 tahun silam. Satu-satunya harapan mereka adalah untuk hidup yang lebih baik. Sayangnya kebutuhan hidup yang semakin menggunung memaksa mereka melepas lahan dan mencari pekerjaan diluar rumah. Membentuk kelompok kecil perempuan-perempuan ini mendapat upah Rp.180.000,-per-orang dari hasil menggarap sawah milik orang lain. Tinggal bersama mereka dan menikmati mie instan atau tahu-tempe adalah sebuah keistimewaan. Selalu harus ada rupiah yang disisihkan untuk makan besok hari. Bukan memikirkan apa yang enak dimakan besok, tetapi apa yang harus dimakan besok untuk seisi keluarga adalah sebuah ikrar bagi perempuan-perempuan ini.“Sekarang apa-apa susah, ya kalau tidak kita juga yang kerja, mana cukup.” Kata mama AN perempuan asal Jawa Timur.
Pupuk Urea – Hampir tidak ada satupun area pertanian maupun perkebunan di wilayah ini yang luput dari penggunaan pupuk urea. Jika tidak diberi pupuk urea tumbuhan akan rentan terserang hama. Oleh karena itu biaya yang paling bersar dalam proses pertanian adalah pengeluaran membeli pupuk. Di sawah, penyebaran pupuk urea sering dilakukan oleh perempuan, dan dengan tangan kosong tanpa pengaman pada tangannya.
Pupuk – Ada penyebab mengapa cokelat petani bisa kalah dengan sawit milik perusahaan. Beberapa petani kemudian mengerti dan menyimpulkan bahwa jumlah pupuk yang diberikan di kebun warga tidak sebanding dengan jumlah pupuk di area perkebunan milik perusahaan. Itulah mengapa hama yang lari dari perkebunan perusahaan tidak bisa ditangkal oleh jumlah semprotan pestisida milik warga. Hal inilah yang menyebabkan cokelat menjadi sasaran hama. Ini hanya salah satu konsekuensi keberadaan sawit.
Kepala Adat – Salah satu Kepala Adat lain yang menjadi Kepala Desa awal di Desa Ngovi. Desa ini awalnya menjadi bagian dari Sulawesi Barat namun ditentang oleh kepala desa ini, yaitu Pak PT. Secara Cuma-cuma sebagian wilayah milik desa Ngovi diberikan kepada PT Astra Agro Lestari untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Menurut Pak PT dia yang memberikan tanah tak berpenghuni ini yang disebut juga tanah ulayat agar anak cucunya bisa ‘makan gaji’ di perusahaan. “Daripada mereka ke Singapura atau Malaysia lebih baik kerja disini saja ada perusahaannya.” Begitu kata Pak PT menjelaskan tujuan pemberian lahan desa Ngovi.
Rumah Suku Kaili – Rumah Suku Kaili yang tinggal di dusun Ow Desa Tinaoka.Paling tidak inilah pemandangan yang bisa menyisakan padi dan konsep berkebun sebagai kearifan lokal. Ada kemungkinan sawit belum sampai disini mempertimbangkan medan yang harus ditempuh untuk tiba di tempat ini lumayan menanjak.
Tinggal Diarea Gunung – Masyarakat lokal yang tinggal di daerah gunung atau sedikit jauh dari Sawit masih bisa memanen cokelat. Meskipun begitu sampai saat ini tidak ada lagi yang menanam cokelat. Sebaliknya Jika sudah waktunya pohon cokelat tak lagi bisa bertahan akan segera diganti denga sawit.
Buruh Sawit – Pekerja perempuan di perkebunan sawit. Pekerjaan utama mereka adalah memaras atau circle. Biasanya perempuan-perempuan ini bekerja melalui pemborong. Jika bekerja dengan pemborong , mereka hanya mendapatkan upah harian. Sehingga untuk masalah keamanan kerja , pemborong tidak bertanggung jawab.
Pohon Jeruk Yang Hilang – Kemarin anak-anak masih bisa melihat pohon jeruk manis. Hari ini pohon itu sudah tidak ada lagi. Hari kemarin padi ladang masih bisa mereka lihat, hari ini, sudah mulai hilang. Hari ini anak-anak ini masih bisa melihat Pohon mangga, pohon kelapa ataupun pisang tumbuh di sekitar mereka. Beberapa tahun kemudian, saat mereka dewasa mungkin mereka tak tahu lagi bagaimana rupa tumbuh-tumbuhan itu. Gantinya yang terisisa hanyalah sawit. Lalu, mereka juga tidak akan tahu bagaimana mengolah tanah dan lebih memilih bekerja di Kota. Mereka juga akan menolak mengolah tanah yang kering dan penuh dengan zat kapur. Kalaupun mereka ingin bertani, tanah dan lahan sudah bukan milik mereka.
Makan-Makan – Acara makan-makan di rumah mama LL yang duduk di bangku kecil. Hampir setiap hari rumah ini tidak pernah sepi. Meski sekedar makan bersama atau minum kopi adalah ritual yang tidak pernah absen. Biasanya piring-piring jika tidak dicuci oleh mama LL akan dicuci oleh anak-anak remaja, atau teman-teman perempuan mama LL. Salah satu alasan mengapa tugas itu beralih ke orang lain.Pertama;orang muda harus tunduk kepada orang yang lebih tua sehingga tugas itu dikerjakan. Kedua: Perempuan yang secara sukarela mencuci karena merasa bertangungjawab sekaligus berhutang budi karena mama LL sudah berbuat baik pada mereka.
Cuci Piring – Sebagian warga desa Lalundu menggunakan tempat pemandian umum ini. Tempat ini menyediakan satu pancuran untuk kebutuhan harian masyarakat setempat. Jarak sumur suntik ini menembus 7 sampai 8 meter untuk sekedar memperoleh air. Meski tidak terlalu keruh, tapi tercium aroma karat dari air ini.
Banjir – Rawa jadi-jadian. Dulu memang hampir seluruhnya daerah ini adalah rawa. Tapi semenjak perusahaan sawit masuk dan warga juga ikut-ikutan menanam sawit. Akhirnya tanah disini menjadi berkapur dan kering. Hanya saja jika hujan lebat datang, sebagian wilahan berubah menjadi rawa lagi. Dan bukan hanya itu, lokasi ini berada di dekat bibir anak sungai sehingga menurut penuturan warga, tidak menutup kemungkinan buaya bisa sampai ke pemukiman ini.
Banjir – Jika di tempat lain banjir setahun sekali, di tempat ini banjir sering sekali terjadi karena curah hujan di tempat ini cukup besar. Jika hujan deras terjadi maka sebagian rumah bisa tergenang sehingga aktifitas menjadi terhambat.Oktober 2016
Jalan Rusak – Tak ada jalan yang lebih baik dari jalan Minti Makmur. Ini salah satu foto yang dijepret perempuan. Mereka begitu prihatin tentang keadaan jalanan di kampung mereka. Prihatin sebenarnya lebih pada kesusahan akses untuk mencari nafkah. Jika kondisi jalan seperti ini akan menyulitkan mobilitas mereka. Misalnya;untuk mengangkut cokelat berkarung-karung pasti rawan jatuh di jalan seperti ini.
Perempuan Tukar Cerita – Salah satu upaya yang dilakukan di kampung yaitu membuka forum-forum diskusi untuk membangkitkan keberanian berbicara di depan publik. Sejauh ini, group-group belajar ini menjadi media yang mampu merangsang keberanian dan kepercayaan diri tersebut. Selain menumbuhkan kepercayaan diri, ruang-ruang seperti ini mampu menciptakan pertukaran pengetahuan dari satu perempuan ke perempuan yang lain.
Bacarita Penawar Luka – Inilah salah satu proses pertukaran pengetahun yang dilakukan dalam pertemuan perempuan. Mereka mencoba memetakan perubahan yang terjadi di Kampung hingga hari ini. Pada momen inilah hal-hal yang tidak terprediksi terjadi, Misalnya debat panas antara mereka yang pro sawit dan yang menolak sawit. Bahkan pada pertemuan ini mama LN mengungkapkan konflik yang terjadi dalam dirinya.Inipun menjadi obat penawar luka.
Air – Jerigen ini bukan berisi minyak tanah atau minyak sawit. Jerigen kosong ini sering digunakan para perempuan untuk mengisi air bersih dari sumur suntik. Meski berbau karat, tapi karena jernih air sumur ini sering dipakai untuk memasak. Warna jerigen berangsur menyisakan warna merah kecokelatan yang bersumber dari karat air.
Pertemuan di Kantor Desa – Pertemuan Formal yang dilakukan di Kantor Desa Minti Makmur. Kesempatan ini saya pakai untuk mencapai tujuan pembentukan kelompok perempuan sebagai bagian dari pembalikan krisis sosial ekologi yang terjadi di Desa Minti Makmur.
Sumur – Hampir seluruh masyarakat Desa Minti Makmur memiliki sumur di tiap rumahnya. Hanya saja air yang keluar tidak jernih. Sebaliknya air berwarna keruh atau jernih tapi berbau. Untuk menyikapi warna air yang keruh warga sekitar membuat sumur penampungan yang berfungsi menyaring air sehingga bisa digunakan
Kelompok Perempuan – Masih dalam tahap membentuk kelompok perempuan. Selain itu ini juga adalah satu upaya yang dilakukan di kampung untuk menumbuhkan kesadaran terhadap krisis yang dialami masyarakat di kampung. Hal yang paling sulit dilakukan adalah menyamakan persepsi dan pengakuan atas keadaan sama-sama dalam krisis.
Memanfaatkan Pekarangan – Usaha memanfaatkan pekarangan. Meski tidak juga diartikan sebagai usaha menjaring angin, tapi paling tidak ada reaksi yang terjadi saat memahabi bahwa pekarangan bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan dapur. Contohnya, ibu ini sementara asik menanam di pekarangan, karena ada waktu yang bisa dia relakan untuk sekedar mengurus tanaman. Tetapi tidak semua perempuan punya waktu dan peluang yang sama. Ada hal dilematis yang harus mereka pilih. Seandainya mereka menghabiskan waktu di pekarangan, ada kemungkinan uang di luar luput dari tangan mereka.
Upaya Penyadaran – Salah satu upaya penyadaran yang dibuat di kampung. Ini adalah pekarang seorang warga yang sudah mulai menggunakan pekarangannya selain diisi bunga. Juga tanaman untuk kebutuhan dapur. Sedikitnya hasil pekarangan sudah dipakai untuk konsumsi sendiri tiap hari.
Usaha Perempuan – Sebuah usaha yang dilakukan oleh perempuan-perempuan Desa Minti Makmur. Sayangnya hal tersebut tidak serta merta ditopang oleh pemerintah. Pasalnya lokasi yang menjadi tempat menanam malah ditimbun untuk sebuah maksud pembangunan di area Kantor Desa.
Usaha Perempuan – Sebuah usaha yang dilakukan oleh perempuan-perempuan Desa Minti Makmur. Sayangnya hal tersebut tidak serta merta ditopang oleh pemerintah. Pasalnya lokasi yang menjadi tempat menanam malah ditimbun untuk sebuah maksud pembangunan di area Kantor Desa.