Sukinah adalah salah satu Kartini Kendeng yang berasal dari Rembang, bagian dari wilayah pegunungan Kendeng. Yu Kinah, Panggilannya, adalah petani yang membutuhkan tanah dan air sebagai sarana produksi. Tanpa keduanya tak ada petani. Saat lahan dan hutan di sekitar kampungnya dijadikan pabrik semen, Keluarga Sukinah dan warga sekitarnya giat menyuarakan penolakan terhadap pabrik semen PT. Semen Indonesia. Bersama Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) bersatu menjaga dan menyuarakan penolakan terhadap setiap perusahaan yang ingin berdiri di wilayah pegunungan Kendeng.
“Ibu Bumi melahirkan tumbuh-tumbuhan, padi, apapun yang kami makan itu dari Ibu Bumi. Makanya kami harus peduli pada ibu pertiwi”, ujarnya di depan Istana Negara saat akan melakukan aksi cor kaki di tahun 2016.
Pabrik semen dan dampak negatifnya bagi masyarakat
Jika pabrik dibangun diatas lahan pertanian dan hutan, maka maka tanah dan sumber air hilang, juga mata pencaharian mereka. Aktivitas pabrik semen mengakibatkan persawahan warga kering, Sebagai salah satu bukti nyata, terdapat satu hektar lahan pertanian warga yang mengering selama 3 tahun sejak pabrik semen berdiri. Jika perizinan pabrik itu terus diperpanjang dan tidak ada tindakan tegas dari pemerintah maka dapat dibayangkan berapa banyak lahan pertanian yang akan mengering. Dalam perjuangan melestarikan alam Kendeng itu tentunya Sukinah dan JMPPK harus rela mendapatkan intimidasi dari preman bahkan aparat kepolisian. Salah satu bentuk ancamannya yaitu pembakaran tenda dan mushola yang dibangun sebagai bukti penolakan warga atas pabrik semen. Tak jarang mereka juga melakukan aksi berjalan dari desa menuju kantor pemerintahan untuk menuntut hak yang tak kunjung diberikan.
Perjuangan Perlawanan
Berbagai macam perjuangan telah dilakukan Sukinah dan warga Kendeng lainnya. Aksi mengecor kaki di depan Istana Negara yang sudah dua kali dilakukan dan membuka mata dunia untuk menjaga lingkungan dari perusahaan ekstraksi. Aksi yang dilakukan oleh Sukinah bersama 8 petani perempuan lainnya di tahun 2016 dan Sukinah bersama 25 petani perempuan lainnya di tahun 2017. Petani perempuan yang ikut serta dalam aksi merupakan perwakilan dari masyarakat yang ada di sekitar gunung Kendeng, aksi ini sebagai bentuk simbolisasi dari apa yang akan terjadi pada kehidupan petani Kendeng saat pabrik semen berdiri di atas ruang hidup mereka.
Pada tahun 2021, Perempuan Kendeng juga mengadakan acara Kupatan Kendeng 2021 dengan tagline “Njaga Kendeng, Njaga Panguripan”. Acara ini merupakan tradisi yang dilakukan tahunan setiap 5 Syawal. Merupakan ritual mempertemukan beras dengan air (proses membuat ketupat), sebagai ungkapan syukur karena ibu pertiwi sudah menghidupi manusia dan juga dimaknai untuk mengusir segala hal yang merugikan petani dan merusak lingkungan.
Kemenangan gugatan banding di MA juga tidak membuat pabrik menghentikan aktivitas mereka. Hal yang memperparah adalah pemerintah daerah justru kembali mengeluarkan izin lingkungan untuk PT. Semen Indonesia dengan penyusutan lahan sebanyak 700 ha, dari 900 ha kini menjadi 200 ha yang tidak sesuai dengan putusan akhir yang dikeluarkan oleh MA. Penyusutan lahan ini juga berkat kegigihan warga kendeng yang menyuarakan penolakan dan berhasil membeli kembali tanah tersebut walaupun belum sepenuhnya.