PEREMPUAN MENYELAMATKAN & MEMULIHKAN TANAH AIR

Pembukaan Jambore Perempuan Pejuang Tanah Air

Garut, 14 Juli 2017, Sajogyo Institute dan Pesantren At Thariq hari ini memulai Jambore Perempuan Pejuang Tanah Air di Pesantren Ath Thaariq, Garut, Jawa Barat. Kegiatan ini akan dilaksanakan hingga 16 Juli mendatang dan secara keseluruhan diikuti lebih dari 150 orang, terutama perempuan dari berbagai latar belakang yang sedang menghadapi krisis sosial ekologis di daerahnya.

Jambore ini menjadi penutup program Beasiswa Studi Agraria dan Pemberdayaan Perempuan (SAPP) yang diluncurkan Sajogyo di awal 2016. SAPP menginisiasi kegiatan lingkar belajar perempuan (LBP) yang difasilitasi oleh 13 perempuan yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Kepulauan Sunda Kecil. Selama 1,5 tahun mereka melakukan penelitian tentang situasi krisis sosial ekologis yang dihadapi perempuan di beragam kawasan ekpsloitasi sumber daya alam dan disaat yang sama memfasilitasi proses belajar perempuan untuk menyelamatkan dan memulihkan tanah air..

Kordinator Program SAPP Siti Maimunah, mengatakan, perjuangan di banyak konflik agraria dan lingkungan masih didominasi oleh laki-laki. Padahal upaya penyelamatan dan pemulihan tanah air akan luar biasa dan meluas jika perempuan juga tampil memempin perjuangan tanah air, seperti yang dibuktikan oleh perempuan Kendeng dan Mollo. Karena itu, Sajogyo meluncurkan progran measiswa SAPP untuk melihat lebih jauh bagaimana perempuan bergerak dan berbagai hambatannya. Idealnya, perjuangan harus dilakukan bersama-sama antara laki-laki dan perempuan. “Dengan demikian makin banyak yang menyepamatkan kampung dan memulihkan alam yang rusak,” kata Siti Maimunah dalam acara pembukaan, Jumat 14 Juli 2017.

Direktur Sajogyo Institute Eko Cahyono, mengatakan, Jambore ini menjadi salah satu upaya untuk memperkuat keterlibatan perempuan menyelamatkan ruang hidup. Sebab perempuan adalah pihak pertama yang akan terkena dampak dari konflik agraria dan lingkungan yang terjadi di kampung-kampung. Kedekatan perempuan pada sumber air dan pangan menyebabkan mereka rentan sebagai korban, misalnya pada kasus pertambangan, sawit atau industrialisasi lainnya di Indonesia. “Oleh karena itu perempuan harus dilibatkan dalam berbagai kebijakan pembangunan dan pemulihan krisis sosial-ekologis,” kata Eko Cahyono.

Hari pertama Jambore diisi dengan kegiatan tur ke kebun milik pesantren pada pukul 07.00 WIB. Tur ini dipimpin langsung oleh Nissa Wargadipura, pendiri Pesantren Ekologi Ath Thaariq. Dalam tur selama satu jam ini, Nissa berkisah mengapa dia memilih mendirikan pesantren ekologi, mengenalkan berbagai tanaman dan membagikan tips kepada peserta bagaimana melakukan diversifikasi pangan. Melalui kebunnya seluas kurang dari satu hektar ini, seluruh kebutuhan keluarga dan santri pesantren dipenuhi. Mulai kebutuhan sayuran, buah-buahan, bumbu dapur, hingga minuman herbal. Setelah tur selesai, peserta menyantap menu sarapan dari pangan lokal yang ditanam dari kebun pesantren. Hal ini diperkuat oleh Kyai Ibang Lukman pimpinan pondok yang menyampaikan bahwa konsep dari Pondok Ath – Thariq ini adalah menjaga bumi sehingga segala.yg dari bumi harus dijaga dan destarikan.

Acara pembukaan Jambore yang di pandu Hening Parlan dimulai sekitar pukul 09.00 WIB di rumah Seba, bangunan utama pesantren. Yang menarik, peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza. Sebagian besar dari mereka mengaku menyanyikan lagu Indonesia Raya versi lengkap ini adalah pengalaman pertamanya. Usai Salat Jumat, peserta menyiapkan pameran produk dan pengetahuan dari kampungnya masing-masing. Mereka akan memamerkan tenun, berbagai anyaman, dan foto-foto perjuangan.

Garut, 14 Juli 2017

Narahubung
Siti Maimunah, 0811920462