Review Buku

MENCARI MAKROMAN DI TANAH PINJAMAN

Penulis : Siti Maimunah
Tahun Terbit : 2014
Penerbit : Sajogyo Institute
Jumlah Halaman : 107
Kata kunci : Samarinda; perubahan agraria; industri ekstraktif batubara; perjuangan komunitas; tutur perempuan.

Pendahuluan
Pada awalnya pelabuhan utama Kesultanan Kutai kota adalah pintu ekspor sarang burung, lilin, getah perca, karet, damar, rotan dan teripang. Kota di Kalimantan ini dibelah oleh sungai Mahakam yang mempunyai kandungan batubara sangat banyak sehingga menarik kedatangan pedagang-pedagang Inggris dan Hongkong.

Pertambangan batubara merupakan kegiatan ekonomi yang menopang Kalimantan Timur paska turunnya produksi migas di provinsi ini. Sejak awal ditemukan potensi batubara produksinya terus bertambah hingga kini dan areal yang dibuka pun semakin luas. Pulau Kalimantan kini menjadi pusat pengerukan batubara.

Eksploitasi batubara di Kalimantan dimulai sejak Penjajahan Belanda berhasil membuat Kerajaan Kutai bertekuk lutut. Pada 1882 Belanda dengan izin Sultan Kutai mulai memberikan konsesi penambangan batubara dan minyak yang diberikan kepada pengusaha (75 tahun) atau perorangan (3-5 tahun).

Pada 2008, setelah 53 tahun sejak transmigran menetap di Makroman dan upaya mereka membangun irigasi sawah dan agroforestri kebun buah, kondisi kini berubah cepat. Tak sampai 2 tahun, sejak datangnya tambang batubara CV Arjuna pada 2006, terjadi diferensiasi sosial dan spasial. Bukit-bukit menjadi lubang, air yang dulunya jernih berubah keruh, musim hujan kerap banjir lumpur, yang berakibat gagal panen dan ikanikan di kolam mati. Tak hanya itu, musim hujan pun kini krisis air. Dua tahun terakhir warga terpaksa meminta perusahaan memompa air dari lubang tambang mengairi sawah-sawah dan kolam ikan, hal yang tak pernah terjadi sebelumnya. Sejak ekonomi pemerintah daerah Samarinda bertumpu pada tambang batubara, warga Makroman menjadi tak berdaulat terhadap tanah dan airnya.

Ringkasan
Makroman adalah nama kelurahan di kota Samarinda yang menjadi situs penelitian ini, dan sekaligus punya arti sebagai sebuah harapan agar orang-orang transmigran yang datang, tinggal dan berusaha di sana itu hidupnya mulia. Judul penelitian “Mencari Makroman di Tanah Pinjaman”memberi pesan bahwa tanah pertanian dan layanan alam berupa air dan segala hal lainnya yang dinikmati oleh orang-orang di Makroman tidak lagi bisa berlanjut. Perusahaan batubara yang menjadi penguasa tanah baru telah bekerja dan secara drastis maupun perlahan merusak apa-apa yang mereka nikmati itu. Penelitian ini menampilkan secara kritis dinamika ekonomi politik lokal, proses-proses kebijakan pemberian lisensi untuk pertambangan batubara, dan perubahan tata guna tanah, kepemilikan dan kehidupan keseharian penduduk Makroman pada tingkat kampung. Penelitian dengan strategi dan pendekatan etnografis ini dilakukan dengan mengutamakan pengungkapan perubahan posisi, pengalaman dan tuturan dari perempuan yang menjadi subjek utama penelitian ini.

Kesimpulan dari Pembaca Siti Maimunah menggambarkan situasi Makroman dengan sangat jelas, sejarah asal mula usaha pertambangan di Kalimantan Timur hingga kehadiran warga transmigran di Makroman dan keberadaan perusahaan tambang ditengah-tengah warga Makroman. Penulis juga menyampaikan penuturan perempuan sebagai pihak yang jarang sekali dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Padahal perempuan juga turut merasakan akibat dari keputusan yang dibuat tersebut.

Menurut saya, dalam kisah Makroman ini perempuan diperlakukan dengan adil dan tidak ada perbedaan perlakukan antara perempuan dan laki-laki. Seluruh warga mengalami pergeseran sumber mata pencaharian. Ketika lahan pertanian mereka dibuka untuk tambang batubara, para laki-laki berganti pekerjaan dari bertani atau memelihara ikan menjadi humas informal atau makelar tanah bagi perusahaan tambang. Dalam hal mencari sumber air, laki-laki kesulitan mencari air untuk irigasi sementara perempuan kesulitan mencari air untuk MCK.

Pemerintah sebaiknya meninjau ulang tata ruang provinsinya, atau memberikan sanksi yang tegas bagi perusahaan batubara yang menelantarkan lahan dan tidak melakukan reklamasi. Perlu ada pihak yang berani menantang penguasa Kalimantan Timur agar lingkaran kekuasaan/kepemilikan sumber daya alam tidak hanya berputar di dalam lingkaran tersebut. Diharapkan janji Pemerintah bahwa pertambangan akan menjejahterakan warga lewat lapangan pekerjaan dan pembangunan infrastruktur benar-benar terwujud.
Tanah-tanah di Makroman sekarang tidak lagi dimiliki oleh para transmigran yang datang ke Makroman sejak 1959. Tanah tersebut sudah berpindah tangan kepada para juragan tanah yang tinggal di kota besar di luar makroman dan banyak juga yang dijual kepada perusahaan tambang. Warga Makroman tidak lagi tinggal di tanah leluhurnya, mereka kini menjadi peminjam tanah para juragan tanah.
Kesamaan dari dua buah bacaan yang saya baca (Makroman dan Ekspansi Kelapa Sawit), keduanya bercerita tentang bagaimana keberadaan masyarakat lokal/adat dikesampingkan oleh kebutuhan produksi yang dianggap lebih prioritas. Kebutuhan keberlangsungan hidup manusia tidak pernah diperhitungkan ketika terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam yang selama ini menjadi tempat manusia bergantung hidup.