Review Buku

PANGGILAN TANAH AIR
Penulis : Noer Fauzi Rachman
Penerbit : Prakarsa Desa
Tahun terbit : 2015
Jumlah halaman: 122
Pereview : Rina Syahputri

Kata Kunci: Tanah Air, Pertanian, Agraria,
Kapitalisme.

Buku Panggilan Tanah Air, mengajak pembaca membayangkan akan keindahan Tanah Air dalam kenangan masa kecil. Berimajinasi dengan ingatan melalui masa lampau yang romantis. Isi bukunya bertujuan untuk menggugah kita bersikap melawan menghadapi porak-porandanya tanah air, kampung halaman rakyat akibat reorganisasi ruang perluasan cara atau sistem produksi kapitalisme yang menghasilkan komoditas-komoditas. Kalimat di atas teringat akan kampung halamanku sendiri.

Desa yang secara perlahan telah terporak-poranda oleh para pihak yang mengambil keuntungan tanpa melihat masyarakat setempat. Sebuah kutipan kalimat yang dimasukkan oleh penulis yaitu, “Dunia pertanian dan hidup di desa bukanlah masa depan yang menjanjikan bagi pemuda-pemudi, padahal masa depan pertanian rakyat bergantung pada siapa yang akan bertani (White 2011, 2012).” Terhentak juga dengan kalimat tersebut yang mengatakan bahwa pertanian rakyat bergantung pada siapa yang akan bertani. Terbukti memang seiring zaman, lahan pertanian tidak ada lagi selama 3 tahun terakhir. Berbalik dengan keadaan saya dahulu yang malas dikampung menghindari kerja tani. Kerja ditanah (lumpur) maksudnya.

Secara keseluruhan Indonesia sudah dikuasai oleh kapitalisme. Seperti kutipan dari (Braudel 1979-231) “ manakala kapitalisme diusir keluar dari pintu, ia akan masuk kembali lewat jendela.” Ia melanjutkan “suka atau tidak, terdapat suatu bentuk kegiatan ekonomi yang tidak bisa dihindari memanggil ingatan kita pada kata ini dan tidak bisa tidak.” Kalimat tersebut memang menjadi kenyataan dengan melihat keadaan Indonesia. Rasanya berbalik sekali dengan prinsip “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-sebesarnya untuk kemakmuran rakyat.” Yang mana kalimat tersebut dirumuskan oleh Drs. Muhammad Hatta. Dan saya melihat dari prinsip di atas tidak pernah dipakai untuk kepentingan rakyat. Yang terlihat jelas untuk kemakmuran industri-industri. Dari isi buku ini menjelaskan bahwa Indonesia belum pulih benar dari kapitalisme. Apalagi belum berhasil mengatasi istilah “kutukan kolonial”. Dari beberapa kasus yang saya lihat sekarang ini banyak status kepemilikan yang bukan lagi milik rakyat. Apabila terjadi protes, perlawanan, dan pembelaan maka mereka akan menerima sasaran tindakan kekerasan. Ya, itu sudah menjadi rahasia umum, jelas-jelas HAM (Hak Asasi Manusia) di langgar oleh pemerintah yang seharusnya melindungi rakyatnya bukan melindungi sekelompok orang. “Agraria adalah sebab, kapitalisme adalah sebab.” (Juliantara 1997).

Terdapat pesan untuk perempuan calon pemimpin, pesan ini lansung dari Soekarno “masjarakat sosialis ala indonesia”. upaya merealisasikan “tidak boleh tidak kita haroes mengadakan planning dan kita haroes mengadakan pimpinan dan haroes kita mengadakan kerahan tenag tanpa planning masjarakat jang ditjita-tjitakan oleh rakjat Indonesia itoe bisa tertjapai dan terealisasi. Intinya kita harus memiliki rencana, pemimpin dan gerakan.” Saat ini sistem gotong-royong sudah tidak di implementasikan, untuk melaksanakan kegiatan terkadang masyarakat melihat berapa bayaran yang mereka dapatkan, atau bahasa lainnya UUD (Ujung-ujungnya Duit).

Dengan semboyan penulis ini membuat kita harus bisa merasa, berfikir, memutuskan dan bekerja.

Kelebihan dari tulisan ini banyak pesan dari tokoh-tokoh nasional terdahulu seperti Muhammad Hatta, Soekarno, dan lain-lainnya. Untuk cover dari buku memiliki makna yang bagus yaitu pemuda Indonesia menjunjung tinggi bendera pusaka merah putih. Diisi dengan beberapa lagu kebangsaan dan kebanggaan Indonesia.

Kekurangannya yiatu mengenai gambat dalam cover lebih diperhalus lukisannya. Sedikit masukan agar lebih banyak dimasukkan pengalaman-pengalaman penulis karena buku ini penuh dengan kutipan-kutipan. Dengan adanya petani memakmurkan Nusantara,
memperindah keadaan alam. Dengan membaca buku ini sebagian calon pemimpin perempuan diharapkan mampu memahami tentang bagaimana perusakan agrarian, sebab akibat porak poranda. Untuk ratingnya ******* 7 Bintang.