Review Buku

PANGGILAN TANAH AIR
Penulis : Noer Fauzi Rahman
Penerbit : Prakarsa Desa
Tahun terbit : 2015
Jumlah Halaman : 122
Pereview : Kasmoini

Dalam buku Panggilan Tanah Air, di bagian Situasi Umum Tanah Air Kita, di era reformasi disebutkan masalah agraria dan pengelolaan sumberdaya alam secara umum secara sederhana oleh elit pemerintahan nasional melalui ketetapan MPR RI No. IX/MPRRI/2001 tentang pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam, sebagai berikut:
1. Ketimpangan
2. Konflik Agraria dan sumber daya alam
3. Kerusakan Ekologi

Ketiga masalah ini muncul karena kerusakan yang dilakukan oleh segelintir manusia yang menjadi penguasa dan didukung oeh para pemangku kebijakan di negeri ini yang terus menerus melakukan pembiaran terhadap kerusakan alam.Maka tidak heran bila setiap hari diberbagai media, konflik lahan meningkat dan bencana alam kerap ter jadi. Pada bagian situasi umum tanah air kita, jelas tergambar bahwa sebab utama dari porak-porandanya rakyat dan tanah air yang berlangsung secara sistemik adalah akibat dari reorganisasi ruang untuk perluasan cara /sistem produksi kapitalisme untuk menghasilkan komoditaskomoditas global.

Sedangkan di bagian Reorganisasi Ruang, Schumpeter (1944/1976:8283), seorang tokoh menyebutkan bahwa kapitalis tidak pernah statis tetapi sangat dinamis,ekspansi sistem produksi kapitalis memerlukan reorganisasi ruang yang khusus.Hal ini dimaksudkan agar cara/sistem produksi kapitalisme meluas secara giografis.Berbagai macam istilah muncul dimaksudkan agar sistem ini semakin sistematis dimunculkan dan mempengaruhi banyak kebijakan.Pemerintah Indonesia sendiri menyebutkan dalam penataan ruang mencakup halhal berikuit:
a. Ruang imajinasi dan pengambaran
b. Ruang material
c. Praktik-praktik keruangan

Jadi, dalam cakupan ini, MP3I adalah salah satu rancangan yang sengaja dilahirkan. Modifikasi ruang dalam konteks ini terus diciptakan untuk memenuhi keperluan negara, korporasi, atau rakyat.Reorganisasi dilakukan agar kekuatan yang dimaksud dapat melipat gandakan keuntungan perusahaan-perusahan kapitalisme.

Kapitalisme adalah sistem yang saat ini mengusai dunia, termasuk Indonesia tentunya. Fernand Braudel, sejarawan Francis menggambarkan dalam kalimat yang dituliskan dalam salah satu karya klasinya bahwa “manakala kapitalisme itu diusir keluar dari pintu, ia akan masuk kembali lewat jendela”. Jadi suka atau tidaknya kita idak akan mampu mempengaruhi apa pun tentang negeri ini. Namun setelah membaca bagian ini, menurut saya, kita harus tetap semangat melawan ketimpangan ini agar kita bisa terus berusaha mengantisipasi keburukan-keburukan maupun kemungkinan-kemungkinan kerusakan alam dan ekologi negeri ini ke level yang semakin parah.

Bagaimana tidak, kita akan terus dipaksa untuk merubah kehidupan kita misalnya Gampong kita, sawah, ladang ,sungai, hutan, pesisir dan laut kita, seperti di Aceh misalnya saat ini pengalihan lahan dan pembangunan Infrastrktur yang berdampak kepada kerusakan alam dan perusahan besar seperti exxon mobil yang terus memperburuk keadaan alam dan rawan dengan bencana alam yang sangat mengecam jiwa masyarakat. Belum lagi bila ditambahkan dengan kerugian yang dialami oleh kaum perempuan yang kesehariannya sangat berhubungan dengan hal-hal yang saya sebutkan tadi di atas.

Dalam bagian Merasani Kutukan Kolonial, departemen kehutanan melalui tata guna ruang kesepakatan (TGHK) tahun 1984 untuk pertama kalinya menetapkan kawasan hutan negara seluas sekitar 2/3 dari total wilayah daratan Republik Indonesia. Yang diatur secara aggregat hutan permanen dalam beberapa katagori di antaranya seperti :
1. Hutan produksi (luas 64,3) juta hektar
2. Hutan lindung ( uas 30,7)juta hektar
3. Konservasi dan hutan cagar alam (luas 18,8)juta hektar
4. Hutan produksi yang dapat diubah peruntukanya (luas 26,6)juta hektar

Luas masing-masing katagori ini kemudian berubah setelah ada pembaharuan data dari departeman kehutanan yang kemudian mengeluarkan lisensi dalam bentuk berbagai surat izin pemamfaatan hutan sesuai dengan katagorinya. Demikian semakin merajalelanya kerusakan yang terus menerus dilakukan pada alam semesta ini yang tanpa disadari oleh masyarakat awam yang tidak begitu sensitif terhadap alam sekitarnya. Sungguh, ini sangat
memilukan dan membuat saya geram.

Rasa ingin tahu yang tinggi terhadap persoalan agraria dan ekologi tanah air tercinta ini, semoga belum terlambat untuk kita pemuda untuk terus memperjuangkan negiri ini, tanahair Indonesia tercinta umumnya dan aceh khususnya. 

Berikutnya dalam bacaan saya, bagian Masa Depan Tanah Air, Tanah Air Masa Depan, saya memahami beberapa hal yang disampaikan penulis misalnya saat ia menuliskan tentang keberhasilan rezim orde baru melahirkan elite origarki penguasa ekonomi dan politik Indonesia yang menjadi mitra kerja perusahaan-perusahaan asing dan memperoleh kekayaan dari hasil tambang, minyak, gas, emas dan batu bara serta hasil perkebunan kayu lapis dan kelapa sawit.

Di sini saya juga merasa menemukan apa yang disampaikan bapak Noer Fauzi Rachman tentang bagimana masyarakat kita diberikan label atau identitas sebagai“miskinan dan pemalas”.Akibatnya, masyarakat kita yang seharusnya menikmati semua sumber daya negeri ini, hanya bisa jadi buruh. Di saat yang sama, kekuasaan politik maupun ekonomi para elit terus menurus diperluas.

Akhirnya, masyarakat kita yang sudah menjadi korban sistem kapitalisme,masih harus tetap berjuang demi menyambung hidup.Sungguh suatu pengetahuan baru bagi saya yang selama ini tidak begitu banyak membaca dan mendapatkan informasi tentang masalah-masalah agraria dan ekologi negeri ini yang sudah parak poranda.Dalam benak saya, bapak Noer Fauzi Rachman telah menanamkan kata “Panggilan Tanah Air” menjadi begitu bermakna.

“Ketika panggilan tanah air datang, ikutilah hingga orang-orang lain pun mengikutinya” Salam Hormat Nyak Moy ACEH.
Catatan: Saudara perlu jalan-jala keliling Endonesa.