Nyakmoi Fotovoice
Generasi Penerus yang Hidup Melawan Krisis – Ini adalah tiga bocah yang sedang mencicipi mie Aceh tanpa bumbu.Mereka adalah cucu dari induk semangku ibu NR.Inilah ketiga bocah yang mandi rutin di sungai mati, ZR mengalami gatal yang paling parah, Cut mengalami keringat dibagian kepala setiap saat, sementara AY rewel tanpa diketahui keluhannya dia yang paling rajin menangis.
Generasi Penerus – Putri dan MKL ini sedang memancing ikan di anak sungai yang airnya hitam dan kotor. Air sungai inipun dipergunakan oleh warga Buket Linteung untuk mandi cuci setiap hari.Mereka ini adalah murid Saya di hari minggu sore di balai Pesantren Darul Fatah, dan kami sedang belajar bersama mendogeng sejarah Aceh bersama mereka.
Jaring – Jaring ibu NR, Jaring ini menggantung di halaman rumah adik kandung Ibu NR. Pasca banjir hujan bulan Januari 2016 jaring ini telah digunakan maka dibersihkan dan dijemur untuk disimpan dan akan digunakan saat musim banjir dating kembali.
Ikan – Pasca banjir banyak ikan yang ditangkap oleh warga Gampong Buket Linteung. Ikan ini hasil yang dijaring oleh warga yang mengunakan perahu dayung untuk menangkap ikan.
Sumur – Karena musim hujan di dusunTeungoeh air hujan memenuhi sumur sumur mereka yang sudah sangat lama kering. Sumur ini langsung difungsikan sebagai air minum karena air sumur dan air hujan merupakan air yang sangat bersih bagi mereka. Hal yang paling membahagiakan adalah saat mereka tidak naik turun menuju sungai Mati untukkebutuhan air.
Dapur – Ini bagian dapur FM. Air panas yang sudah didinginkan disimpan dalam bekas botol air kemasan sedang. Beras raskin yang tinggal sedikit lagi. Siang hari saya datang menjenguk FM tidak punya lauk pauk apapun siang itu. FM hanya mengisi perut dengan jenis buah mangga yaitu buah kuini pemberian masyarakat Gampong Buket Linteung. FM mengeluh tidak punya uang untuk membeli ikan dan hanya makan-makanan yang tersedia saja di rumahnya.
Air – Air yang ditarik dengan mesin dari alur anak sungai Seureuke, Dusun Lebok Muku Buket Linteung. Air ini digunakan untuk mandi-cuci dan airnya juga berwarna keruh bila sudah hujan dan berwarna hitam bila sudah tidak hujan.
Anak Sungai Seureuke – Ini anak sungai Seureuke yang ada di Dusun Lebok Muku, Buket Linteung air anak sungai Seureuke ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Buket Linteung. Ini juga sumber air yang tidak layak untuk dipergunakan karena sekeliling anak sungai ini dikelilingi oleh pohon sawit Perkebunan Inti Rakyat (PIR) masyarakat Seureuke dan Rumoeh Rayeuk.
Panen Sawit – Hasil panen sawit MH di Gampong Buket Linteung. Kab Aceh Utara. Ia bercerita soal harga sawit dan kualitas buah sawit pasca banjir. Harganya sudah turun dari Rp.2500, sekarang Rp.1.200, Belum lagi buahnya tidak besar seperti dulu lagi, sehingga satu tandan sekarang hanya berkisar kurang dari 20 Kg. Untuk biaya produksi sawit atau biaya perawatan sawit lebih mahal dibandingkan biaya perawatan tanaman lainnya. Misalnya jeruk nipis, setiap bulan pemilik kebun mendapatkan RP.750.000,-sedangkan untuk beli pupuk sebulan bisa menghabiskan Rp.500.000, ternyata setelah dihitung-hitung Cuma bisa dapat Rp.250.000,-Perbulan.
Sawit – Kebun sawit di Dusun Leubok Muku Gampong Buket Linteung. Aceh Utara. Dusun ini memiliki dua jalur di persimpangan. Bila belok kebarat, kita akan menuju tower telkomsel dan SMPN 2 Langkahan yang baru 5 tahun terakhir diaktifkan. Di jalan ini pula, kita bisa terhubung sampai Simpang AMD/ABRI. Sementara, bila kita berbelok keutara, kita akan bertemu dengan bentang lahan perkebunan kelapa sawit milik warga Seureuke. Bentang lahan disini berbukit-bukit, berbeda dengan Bukit Lientung yang dataran rendah.
Rumah FM – Rumah FM salah satu “perempuan korban kekerasan di Gampong Buket Linteung” Aceh Utara. Ia merupakan perempuan yang menikah di usia muda. Ia sudah punya anak lima dan sekarang sudah bercerai dengan suaminya. FM saat diceraikan suaminya sedang hamil muda, sempat dibantu oleh kawan-kawan karena tidak mempunyai biaya melahirkan. FM juga tidak punya administrasi kependudukan terutama, KTP dan Kartu Keluarga. Ia juga salah satu warga yang aktif menggunakan air sungai Mati Rampah untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dalam pemamfaatan air tidak layak pakai.
Kembali Ke-Rumah – FM yang telah kembali kerumahnya sejak tanggal 25 Juni 2016. FM memperkirakan kehamilannya sudah mendekati dengan masa kelahiran, tanda-tanda di tubuhnya sudah terlihat jelas seperti; perut yang sudah sangat besar dan condong kearah depan, bengkak-bengkak di kaki dan betisnya sudah dia alami dua kali dan kali ke-tiga maka akan tiba masa kelahiran. Inilah sedikit pemahaman yang bisa memberikan tanda bagi FM yang tidak bisa membaca dan menulis sekaligus kehamilan tanpa kontrol dan konsultasi yang rutin dengan Bidan Desa.
Rakit – Ini namanya Rakit tempat mencuci dan mandi warga Gampong di Kecamatan Langkahan, di Gampong Buket Linteung rakit ini juga digunakan sebagai tempat penyebrangan sungai Rampah kekebun-kebun warga. Rakit ini terbuat dari pohon bambu yang sudah tua.Cara membuat rakit bambu diikat dengan tali dan dikasih kayu sebagai ganjalan di tengahnya. Rakit tersebut dibuat dengan dua lapisan agar seimbang ketika didalam air. Untuk masa penggunaan rakit ini bisa sampai sekitar 2-3 tahun. Namun, tergantung usia bambu yang digunakan. Kalau bambunya setengah tua akan cepat rusak rakitnya. Bambu yang bagus kualitasnya yaitu bambu tua.
Mandi – Cuci – Perempuan ini sedang membilas kainnya dan dengan ditemani oleh anaknya sambil berenang. Pada 2012 saat masa Camat Amir Hamzah, aktifitas mandi dan mencuci di pinggir tanggul irigasi ini tidak diperbolehkan karena dianggap tidak layak melanggar syariat Islam dan masyarakat dikenakan sanksi bila ditemukan sedang mandi di pinggir jalan irigasi Langkahan dengan denda Rp.500.000,- Setalah Camat Amir Hamzah dipindah tugaskan peraturan ini tidak diberlakukan lagi jadi sekarang anak-anak dan orang dewasa dengan bebas boleh mempergunakan air irigasi tersebut. Bila air sudah ditutup air irigasi menjadi sedikit dan ditutup air ini biasanya setelah selesai masa penanaman padi. Saat air irigasi sedikit banyak warga yang menangkap ikan dengan jala, jaring dan memancing.
Daun Teumeuruh – Daun Teumeuruh merupakan salah satu bumbu rempah yang dipergunakan dalam masakan. Penggunaannya hamper mirip daun salam. Daunnya berbentuk menyirip seperti daun belimbing, hanya saja berukuran lebih kecil dan berwarna hijau tua mengkilap. Belakangan ini daun teumeuruh diganti dengan cita-rasa masakan olahan seperti penyedap rasa instan: royco, masako dan ajinamato sebagai penyedap masakan dan menjadi pengganti rempah-rempah. Dulunya daun teumeuruh juga hidup di semua rumah masyarakat di Aceh.Namun, sekarang pohon ini sudah hampir punah karena masyarakat lebih suka menggunakan pengganti daun teumeuruh dengan bahan-bahan instan lainnya yang lebih mudah didapatkan di kios-kios terdekat. Daun teumeuruh ini juga bisa menjadi obat-obatan bila direbus dan diminum maka akan sangat baik untuk mengurangi perut kembung akibat masuk angin. Pengetahuan ini menjadi terlupakan karena sekarang bila sakit lebih gampang minum obat instan tanpa harus rebus merebus lagi bahan yang tersedia disekitar rumah.
Daun Betadin – Pohon Betadin yang terdapat di sekitar rumah Ibu Bidan Desa. Pohon Betadin ini hampir punah karena sering dipetik daunya untuk membantu penyembuhan luka saat terkena senjata tajam, luka terjatuh, luka tergores, luka kenalpot dan seterusnya. Pohon Betadin ini memiliki getah yang sangat banyak dan getahnya sangat bagus untuk proses penyembuhan luka. Getahnya sangat perih jika terkena luka, mesti menggunakan kain perban pembalut luka. Dikarenakan getah dari pohon ini begitu ampuh dimanfaatkan sebagai anti mikroba terlebih untuk penyembuhan pada luka terbuka. Dengan memakainya saat yang diperlukan untuk mengobati luka luar lebih cepat.
Buruh Kupas Pinang – Perempua buruh pengupas pinang di gudangnya MS, di Gampong Buket Linteung. Salah satu buruh pengupas pinang adalah Ibu NR yang merupakan ibu tempat saya tinggal. Ibu NR bila seharian mengupas pinang selalu membawa bekal minuman dan pulang pukul 12:00 siang. Kemudian pukul 14:00 siang kembali mengupas pinang sampai sore hari. Ibu NR dalam mengupas pinang mendapatkan upah Rp.300,-perkilo sehari ibu NR hanya mampu mengupas pinang hingga 100 kilo, dg total upah Rp-90.000,-Ini dilakukan dari pagi sampai sore, istirahat hanya untuk sholat dan makan saja.
Pinang – LW sedang mengupas pinang yang dijemur di kebun belakang rumahnya. Pekerjaan ini dilakukan oleh LW saat anaknya yang masih berumur 10 bulan tertidur. Pinang ini akan dijual dengan harga Rp.18.000.Per-Kg karena pinangnya sudah kering mati.
Pembuat Arang – Dua orang buruh pembuat arang ini sedang melakukan proses pemisahan arang dan bubuk arang. Untuk kemudian dipaketkan kedalam karung goni besar. Proses ini bias dilakukan berdua, atau pun dilakukan sendiri dengan menekan kedua sisi tempat pemisahan arang tersebut.
Pembakaran Arang – Proses pembakaran arang yang dibakar dari 10-15 jam, lebih tepatnya hamper satu hari satu malam. Proses pembuatan arang dilakukan dari pagi hari sampai malam hari. Malam dilanjutkan dengan peniramaan api agar bisa menjadi arang. Kayu yang digunakan adalah kayu sembarangan dengan dicampur beberapa kayu yang keras.
Musim Hujan – Ini kondisi salah satu rumah warga Gampong Buket Linteung saat musim hujan. Hujan rintik-rintik saja selama 4-5 jam bisa berhari hari air tergenang di halaman rumah. Musim hujan sudah dimulai sejak Oktober biasanya bulan Desember. Dan awal Januari masyarakat Gampong Buket Linteung mengalami banjir bandang rutin setiap tahun.
Alat Ukur Banjir – Bangunan alat pengukur banjir bisa langsung dilihat dipengukuran air sebelum banjir datang. Ketinggian air bias dilihat lewat barometer tersebut. Pasang surutnya air juga terlihat jelas bila banjir melanda.
Cetak Sawah – Cetak sawah ladang yang saat ini sudah siap dibajak, Pasca tidak hujan lagi sawahnya kembali menjadi kering. Dua mesin penarik air mulai diaktifkan, sumber air yang akan dimasukan kecetak sawah berasal dari sungai Mati. Mesin tersebut dibeli dengan harga Rp.2.000.000,-an. Cetak sawah yang jadi proyek ini tidak berhasil. Karena sama sekali tidak bisa digunakan meskipun sudah melalui beberapa tahapan pembangunan. Kertas warna biru yang ada di dalam cetakan sawah tersebut adalah tanda yang dialiri air yang berusaha ditarik dengan mesin air didalam sungai Mati.
Dam – Kondisi DAM Langkahan siap direnovasi pembangunannya. Kondisi DAM Langkahan saat sore hari banyak muda mudi bersantai di sore hari. Disini juga tempat bertemunya paramuda-mudi saat sedang berpacaran, disinilah mereka bertemu untuk sekedar saling menyapa. Bukan hanya muda-mudi di kawasan langkahan yang bersantai di kawasan DAM Langkahan ini.
Mesin Bajak – Alat-alat pembajak ini masih stanby di Gampong Buket Linteung, karena tidak ada air hujan dan air yang diairi dengan mesin tidak bisa dialiri. Alat pembajak ini menunggu intsruksi untuk membajak sawah-sawah yang dicetak di Gampong Buket Linteung. Padahal alat ini diupah untuk para petugas jaga setiap malam Rp.100.000,-Mesim pembajak ini hanya bisa dipakai pada musim hujan, sebab sesudah air hujan keringalat-alat ini kembali tidak bekerja. Beberapa usaha terus dilakukan untuk bisa bekerja sesuai dengan target dan bayaran.
Sumur Bor – Sumur bor umum dibangun sekitar bulan Oktober terletak di Dusun Teungoh, jalan Simpang ABRI di kaki bukit dekat dengan jalur evakuasi banjir. Sumur bor ini belum aktif digunakan karena masih baru, airnya masih berbau karatan besi. Warga yang tinggal didekat sumur bor tersebut tidak banyak menggunakan air dari sumur bor. Karena air sumur bor yang ada dirumah ibu bidan cukup untuk mereka komsumsi, mandi dan mencuci pakaian. Mengingat di jalan Simpang ABRI tersebut tidak banyak rumah. Rumah Lebih kurang ada tujuh rumah yang terdapat sekitar rumah Ibu ZR.
Sumur Bor – Sumur bor umum dibangun sekitar bulan Oktober terletak di Dusun Teungoh, jalan Simpang ABRI di kaki bukit dekat dengan jalur evakuasi banjir. Sumur bor ini belum aktif digunakan karena masih baru, airnya masih berbau karatan besi. Warga yang tinggal didekat sumur bor tersebut tidak banyak menggunakan air dari sumur bor. Karena air sumur bor yang ada dirumah ibu bidan cukup untuk mereka komsumsi, mandi dan mencuci pakaian. Mengingat di jalan Simpang ABRI tersebut tidak banyak rumah. Rumah Lebih kurang ada tujuh rumah yang terdapat sekitar rumah Ibu ZR.
Anak Sungai Rampah – Kondisi air anak Sungai Rampah yang berada di perbatasan Dusun Teugoh dan Dusun Kareung. Warnanya tidak jauh berbeda dengan anak sungai Seureuke, dan di sungai inilah terlihat jelas limbah Exxon Mobile dibuang pada tahun 2007. Di dalam anak sungai ini masih terdapat ikan-ikan yang kadang dipancing warga untuk kemudian dimakan. MH sebelumnya pernah bercerita bahwa rasa ikan di anak sungai ini sudah tidak enak lagi dan sekarang warga Gampong Buket Linteung sudah jarang ada warga yang mau dengan ikan-ikan yang hidup di anak sungai ini. Rasa ikannnya berubah dan berbau broeh (sampah), anak sungai ini sekarang sudah lebih dangkal. Sungai ini mengalir hingga kesungai mati yang berada di belakang rumah mamak NR tempat aku berdomisili. Itu sebabnya, mengapa setiap habis mandi di sungai Mati, aku selalu gatal-gatal di badan. Airnya berbau seperti besi berkarat dan bau air hujan yang sudah terendam lama.
Genangan Air – Yang menjadi perhatian adalah warna dari air, warnanya hijau. Air ini merupakan air genangan dari air hujan sebelumnya. Beberapa orang yang saya temui saya tanyakan soal warna airnya mereka menjawab “karena air genangannya berasal dari air dari toilet di tempat toilet umun yang ada di dalam masjid”. Ada juga yang mengatakan kalau airnya hijau karena tumbuh semacam jamur di bawah tanah sehingga mengotori warna air yang ada di dalamnya. Namun, kemungkinan juga bahwa selain ada jamur dan bekas air yang dialiri dari WC umum yang di mesjid. Bila mungkin air ini berubah warna juga karena kandungan racun yang berada di dalam tanah. Racun dari pupuk yang digunakan pohon sawit dan limbah Exxon Mobile yang pernah dibuang dari bawah tanah di Gampong Buket Linteung.
Warung Kopi – Malam hari di warung kopi dekat rumah Pak Kadus. Ini pertama kalinya saya diajak Pak Dusun ngopi di malam hari. Bapak IH di sebelah kanan saya dan bapak AH orang yang paling tua saat ini di Gampong Buket Linteung. Saya sedang menelusuri sejarah pinang.
Rokok – Ibu KH salah satu janda yang sekarang ini hidup sebatang kara. Beliau telah berusia 67 tahun dan Nampak masih sangat sehat dan masih sanggup mengangkat air dari Sungai Mati. Ibu ini rutin mengkomsumsi rokok balut yang terbuat dari daun lipah dan tembakau yang awal mulanya ibu ini merokok karena sakit gigi yang dideritanya. Untuk biaya hidup ibu ini harus banting tulang untuk terus menjalankan keberlangsungan hidupnya. Saat ini ibu ini sedang membuat sapu lidi untuk dijual kepada peminat atau tetangganya dengan harga Rp.5.000,-.Malam hari ibu ini tidak tidur di rumahnya. Beliau setiap malam menginap di rumah ibu NR, kadang makan pun sering di rumah ibu NR. Serta 2 anaknya yang tinggal di Gampong Buket Linteung jarang memperhatikannya.
Pengolahan Kayu – Mesin pengolahan kayu yang terdapat di Dusun Tengoeh, lebih tepatnya di simpang ABRI Gampong Buket Linteung. Kayu disini diolah menjadi pintu, jendela, dan juga dinding bahkan semua kerangka rumah dihaluskan dan dibuat di tempat mesin pengolahan kayu ini. Mesin pengolahan kayu ini bukan pemilik asli Gampong Buket Linteung, tetapi pabrik mesin pengolahan ini milik salah satu warga Gampong Lhoknibong Kabupaten Aceh Timur. Dua orang buruhnya merupakan warga Gampong Buket Linteung.
Jalan Rusak – Kondisi jalan Gampong Buket Linteung saat musim hujan tiba. Kondisi jalan yang seperti ini sangat sukar dilewati, dan anak-anak yang bersekolah harus melewati jalan seperti ini. Kondisi ini sering terjadinya kecelakaan serta banyak kendaraan yang terbalik. Salah satunya mobil-mobil pengangkut barang dan pengambil hasil panen pinang, sawit dan coklat susah dimuat serta dipanenkan secara rutin.
Jembatan – Jembatan yang dibangun awal tahun 2015 lalu masih belum siap juga. Dana yang kadang tersedat serta kondisi alam jika musin hujan dan musim kering membuat jembatan ini menjadi penghambat dalam proses pembangunannya. Bila musim hujan pengecorannya yang belum mengeras runtuh karena genangan air. Beberapa kali jembatan ini juga longsor bawahnya berbagai macam antisipasi dilakukan agar jembatan ini masih tetap bisa digunakan oleh masyarakat. Mengingat jalan jembatan yang menghubungkan Gampong Buket Linteung dan Gampong Rumoh Rayeu kini adalah jalan induk atau jalan utama yang dilalui oleh masyarakat setiap harinya.
Jemur Asam Suntie – Proses tahap penjemuran “asam suntie” merupakan pekerjaan sambilan yang dilakukan oleh perempuan di Gampong Buket Linteung. Asam suntie pada saat dijemur secara terpisah-pisah. Hal ini menunjukkan kalau pekerjaan ini dilakukan sambilan karena kadang belimbing buluh tidak dipanen secarak husus, melainkan buah belimbing diambil yang jatuh dan buah yang jatuh itu adalah belimbing yang matang. Kalau buah yang dipanen dengan dipetik di pohon maka akan sangat memakan tempat untuk penjemurannya. Ini tidak mudah dijaga dari binatang seperti lembu dan kambing kedua hewan ini sangat menyukai belimbing buluh “asam suntie”. “Asamsuntie” pun menjadi salah satu makanan penjinak bagi lembu dan kambing. Misalnya lembu atau kambing yang baru dibeli diberikan belimbing buluh sebagai makanan untuk menjinakkan binatang- binatang tersebut agar tidak liar. Di Aceh “asamsuntie” ini juga sering di jadikan sebagai bahasa sapaan atau sebagai gurauan bagi para pendatang. “menyoeperlebagahjuetbahasa Aceh pajoehasamsuntiebeuleuile” kalau mau cepat bias berbahasa Aceh makan “asamsuntie” banyak-banyak agar bias cepat belajar bahasa Aceh. Artinya tinggallah lebih lama menikmati masakan Aceh sehingga terbiasa dengan masakan Aceh yang menggunakan “asamsuntie” sebagai pengganti asamjawa. Maksud untuk belajar bahasa Aceh akan lebih cepat bila tinggalnya lebih lama di Aceh dan mencicipi berbagai macam masakan Aceh yang menggunakan “asamsuntie”.
Jemur Asam Suntie – Proses tahap penjemuran “asam suntie” merupakan pekerjaan sambilan yang dilakukan oleh perempuan di Gampong Buket Linteung. Asam suntie pada saat dijemur secara terpisah-pisah. Hal ini menunjukkan kalau pekerjaan ini dilakukan sambilan karena kadang belimbing buluh tidak dipanen secarak husus, melainkan buah belimbing diambil yang jatuh dan buah yang jatuh itu adalah belimbing yang matang. Kalau buah yang dipanen dengan dipetik di pohon maka akan sangat memakan tempat untuk penjemurannya. Ini tidak mudah dijaga dari binatang seperti lembu dan kambing kedua hewan ini sangat menyukai belimbing buluh “asam suntie”. “Asamsuntie” pun menjadi salah satu makanan penjinak bagi lembu dan kambing. Misalnya lembu atau kambing yang baru dibeli diberikan belimbing buluh sebagai makanan untuk menjinakkan binatang- binatang tersebut agar tidak liar. Di Aceh “asamsuntie” ini juga sering di jadikan sebagai bahasa sapaan atau sebagai gurauan bagi para pendatang. “menyoeperlebagahjuetbahasa Aceh pajoehasamsuntiebeuleuile” kalau mau cepat bias berbahasa Aceh makan “asamsuntie” banyak-banyak agar bias cepat belajar bahasa Aceh. Artinya tinggallah lebih lama menikmati masakan Aceh sehingga terbiasa dengan masakan Aceh yang menggunakan “asamsuntie” sebagai pengganti asamjawa. Maksud untuk belajar bahasa Aceh akan lebih cepat bila tinggalnya lebih lama di Aceh dan mencicipi berbagai macam masakan Aceh yang menggunakan “asamsuntie”.
Asam Suntie – Ini adalah “asam suntie” yang sudah siap proses pembuatannya, biasanya “asam suntie” yang sudah selesai dibuat ini akan didiamkan selama kurang lebih satu bulan kemudian akan dipakai sebagai bumbu memasak berbagai macam masakan Aceh. Kalau sesudah dijemur langsung digunakan akan terasa lebih asam dan kuahnya akan sedikit hilang sensasi rasanya bila “asam suntie” nya dipakai langsung setelah selesai penjemurannya. “Asam suntie” akan semakin awet bila disimpan semakin lama, cara menyimpannya juga biasanya dalam tempat yang tidak mudah rusak. Misalnya; Mamak NR menyimpannya di dalam “situek” adalah pelepah pinang yang dibuat untuk tempat penyimpanan “asam suntie. Saat penyimpanan “asam suntie” ditaburi garam lagi dan bisa di simpan dimana saja, terkecuali dalam lemari es karena asam dan garam tidak boleh disimpan dalam lemari es. “Asam suntie” ini bila dijual, yakni dengan harga Rp.20.000,- perkilo. Namun, kebanyakan masyarakat Aceh tidak menjual “asam suntie” karena ini kebutuhan pokok bagi mereka saat memasak. Terkecuali mereka yang memiliki banyak pohon belimbing buluh.
Keris – Koleksi keris pusaka yang masih disimpan oleh Mantan Excombatan. Keris ini masih aktif digunakan untuk dipakai sebagai pelengkapan belajar silat. Menurut cerita dari bang NS keris ini memiliki kekuatan spiritual saat mereka melakukan tapa. Latihan silat masih dilakukan oleh mereka didalam hutan saat berkumpul membakar arang.
Tugu – Tugu ini mirip dengan tugu di perbatansan kawasan Gampong Buket Linteung dengan Gampong Seureuke. Ada kemungkinan tugu ini juga dibangun berbarengan dengan tugu yang ada di Gampong Buket Linteung, yang terletak di Gampong Arakundo Aceh Timur. Uniknya tugu ini terletak di pinggir jalan utama Medan Banda Aceh yang ada disebelah kanan jalan menuju persimpangan ke Gampong penghubung Gampong yang lain. Tugu ini pun menjadi salah satu momentum sejarah konflik di Aceh.