Review Buku
MOLLO, PEREMPUAN MELAWAN
Penulis : Siti Maemunah
Penerbit : Kompas Gramedia
Tahun Terbit : 2015
Jumlah Halaman : 106
Preview : Rina Syaputri
Kata kunci : Pertanian, pemiskinan, tubuh manusia
Melalui buku Perempuan Mollo Melawan, Siti Maemunah seakanakan membawa kita ikut bersamanya merasakan perjalanan ke Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Tulisan ini bersifat tulisan-tulisan kecil yang dinarasikan kembali oleh penulisnya. Mollo merupakan tempat, tradisi dan bentuk alam yang panjang untuk diketahui dan diceritakan. Di sini penulis menulis sebagian cerita kecil yang menarik pengetahuan dan akan dijadikan bentuk pengetahuan.
Suatu babak perlawanan penduduk terhadap perusahaan perhutani yang memagari savana mereka untuk dijadikan kebun kayu ekaliptus, pertengahan tahun 1970 sampai tumbangnya rezim soeharto. Pemagaran ini dilakukan dengan paksa dan tanpa izin dari pemilik savana.
Pemukiman ini merupakan bagian kawasan hutan Negara, dan atas definisi kementrian kehutanan menggunakan wewenang legalnya untuk izin pemanfaatan HutanTanaman
Industri.
Mollo, Amanuban, Amanatun memperkenalkan tentang kerajaan kecil serta kebijakan kecil. Keterhubungan manusia kepada alam, bagaimana mereka menganggap isi bumi adalah bagian dari tubuhmanusia. Keselamatan tubuh mereka juga merupakan bagian dari penyelamatan ingkungan, keadaan tubuh yang kuat akan mampu menjaga keadaan alam dari krisis, serta jika kesehatan tubuh terganggu mereka harus mampu memulihkannya, sama halnya kepada lingkungan masyarakat adata kan melakukan pemulihan kerusakan alam, beberapa adat, kebiasaan lingkungan seperti Memanggil Feotnai, Tenun, Merayakan perjuangan.
Kepercayaan orang Timor, Amanuban, Amanatun dan Mollo sebenarnya bersaudara. Tiga bersaudara, dua laki-laki dan satu perempuan yang harus tinggal di dalam wilayah berbeda, tapi dalam satu tubuh. Amanatun saudara paling tua, disusul Amanuban dan adik perempuan bungsu Mollo. Itulah sebabnya kawasan Mollo kerapdi ibaratkan tubuh perempuan. Kami tidak akan jadi manusia kalau kami tidak tinggal di tanah ini, sedangkan tanah kami banyak losngsor dan rusak. Akibatnya tanah lepas pergi, berkurang. Orang Mollo percaya alam bagai tubuh manusia. Air sebagai darah, batu sebagai tulang, tanah sebagai daging dan hutan sebagai kulit paru-paru dan rambut.
Memanggil Feotnay mereka mengaggap lebah madu sebagai feotnay atau anak perempuan raja. Penghormatan mereka terhada plebah, seperti tidak boleh berkata tidak sopan.Jika itu terjadi lebah akanmenyengat mereka, atau jatuh dari pohon. Mereka menggunakan asap agar terhindar dari lebah, namun jika ada lebah yang mati maka akan ada ritual pemulihan atau setidaknya mereka memotong ayam.
Menenun bagi perempuan Mollo, cara melindungi dan merawat alam dimaknai dengan menenun. Dimana masyarakat Mollo memberikan identitas dengan memahami, membaca simpul-simpul tenun ikat, melalui penghayatan rajutan. Perempuan yang bias menenun adalah perempuan dewasa yang dianggap siap dilepas oleh keluarganya, keluar dari rumah bulat untuk hidup dengan pemuda idaman hatinya. Jika tenun menunjukkan kedewasaan perempuan, lain halnya dengan lelaki Mollo dianggap mencapai dewasa jika dia bias membuka kebun dan Lopo atau rumah bulat.
Catatan:
Substansi tulisan ini menarik. Hanya alur penulisannya sepertinya masih perlu diperbaiki. mungkin tulisan ini sebaiknya ditulis ulang dengan memperhatikan alurnya. Agar lebih mudah dan enak dibaca, mungkin bisa dituliskan secara runut-kronologis, dimulai dengan
terlebih dahulu menjelaskan tentang suku Mollo, letak geografis kampungnya, bisa juga ditambah penjelasan kehidupan ekonomi mereka, bertani kah, berkebun kah, atau lain-lain hal yang ada di sana. Sedikit keluar dari apa yang tidak ditulis dalam buku itu, jika memang tidak ditulis, saya pikir tidak masalah, sepanjang yang ditambahkan adalah hal-hal yang memang bagian dari suku Mollo. Kemudian lanjut ke hubungan suku Mollo dengan suku-suku lain di sana yang ternyata bersaudara dengan Amantun dan Amanuban itu. Lanjut lagi dengan penjelasan hubungan antara suku Mollo dengan alam (pandangan suku Mollo bahwa manusia adalah bumi dalam bentuk yang lain, demikain sebaliknya, serta perlakuan mereka thd lebah madu, dll), kemudian; baru persinggungan mereka dengan negara Orde Baru yang bermula pada pertengahan 1970 itu. Orde Baru, melalui menterinya itu, mau bikin apa di sana; mengapa di savana dan bukan di tempat lain yang ada di sana (kira-kira apa kemungkinan yang Orba inginkan waktu itu apa?); tidak dizinkan oleh pemilik savana itu lalu apa (apakah Negara tetap memaksa atau seperti apa? Apa yang dilakukan pemilik savana? Apa yang dilakukan Negara/menteri kepada pemilik savana?); dengan cara apa suku Mollo melawan; proses perlawanannya gimana, apa yang terjadi setelah mereka melawan., dst.