Review Buku
Mencari Makroman Di Tanah Pinjaman
Penulis : Siti Maimunah
Penerbit : Sajogyo Institute
Tahun terbit : 2014
Jumlah halaman : 101
Pengulas : Benita Nastami
Kata Kunci : Makroman, Perempuan, lahan, Tambang,
Dampak Terhadap Perempuan
Kelurahan Makroman merupakan daerah tujuan transmigrasi di Provinsi Kalimantan Timur. Kebanyakan transmigran berasal dari Pulau Jawa, mereka dibekali rumah panggung kayu sederhana beratap daun, jaminan beras, ikan asin, minyak goreng dan minyak gas selama 3 tahun. Selain itu mereka juga masingmasing dibekali tanah seluas dua hektar untuk digunakan sebagai sawah dan kebun. Namun karena tanah di Kelurahan Makroman didominasi oleh tanah gambut yang mana membutuhkan waktu untuk mengolahnya menjadi lahan pertanian. Seribu satu kesukaran dihadapi oleh transmigran Makroman.
Para transmigran perlu berjuang sangat keras untuk dapat menjadikan lahan tersebut lahan pertanian dan perkebunan yakni dengan menebang hutan terlebih dahulu, baru setelah ditebang akan tumbuh anakan, anakannya kemudian baru dibakar, dan setelah dua kali proses tersebut baru tanahnya bisa ditanam. Para transmigran merintis lahan tersebut untuk kemudian bisa menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang hasilnya bisa dimanfaatkan. Seiring dengan ekspansi tambang batubara dan perkebunan sawit, sumber-sumber air bersih yang biasanya menjadi sumber untuk mengairi sawah menjadi kering menjadikan sawah-sawah penduduk transmigran yang sudah berhasil digarap menjadi terlantar, dan kemudian berubah menjadi hutan. Sekeliling Sungai Tempurung berubah menjadi kebun sawit dan tambang batubara. Masyarakat megaku tidak banyak dilibatkan saat tambang masuk ek Makroman. Masyarakat kemudian terdesak untuk menjual lahannya hingga banyak lahan di Makroman dimiliki oleh orang luar Makroman. Ujung dari jual beli tanah yang banyak terjadi di Makroman adalah pembebasan tanah dialih fungsi menjadi kawasan tambang batubara. Biasanya jual beli ini memiliki rantai jual beli sebelum sampai ke tangan perusahaan. Setidaknya ada dua model rerantai jual beli lahan yang bisa ditemukan di Makroman. Model kepemilikan lahan di Makroman berbeda-beda tergantung dengan kebijakan dan arah program transmigrasi yang berbeda-beda dari masa pemerintahan satu ke yang lainnya. Di awal, berkembang model-model kepemilikan dan penguasaan lahan yang tujuannya sebatas untuk bertahan hidup dan saling membantu satu sama lain. Mereka mengenalinya sebagai Ngrumat, Mbagi dan Nyambut, cara-cara ini masih diparaktekkan meskipun situasinya berbeda. Berikutnya, sekitar 1970 hingga 1985 dikenal model Ganti Kerjo, Tuku atau beli dan Nempil. Saat itu pembelian tanah antar warga sudah mulai dilakukan, baik untuk bertahan hidup hingga untuk mengumpulkan tanah. Model ganti kerjo dan nempil sudah lama ditingalkan. Ketiga, ada model Kaplingan, dan yang terakhir adalah sewa, kontrak dan Fee.
Model-model kepemilikan lahan tersebut menunjukkan warga Makroman semakin lberal dari waktu ke waktu dalam memandang tanah. Jika dua model sebelumnya tanah masih dipandang dan digunakan sebagai alat produksi, baik untuk bersawah dan berkebun, maka dua model terakhirsudah memperlakukan tanah atau lahan sebagai komoditas dagang, bukan alat produksi pertanian, tapi alat akumulasi kapital. Model akumulasi kapital yang dilakukan dalam skala petani hingga korporasi.
Dalam proses perubahan agraria tersebut warga perempuan Makroman menghadapi situasi khas perempuan terkait dengan fungsi reproduksinya dan peran sosialnya sebagai perawat keluarga termasuk juga para perempuan kepala keluarga.
1. Ringkasan informasi utama dari bacaan
Saat perusahaan-perusahaan tambang masuk ke makroman, masyarakat tidak banyak tau dan dilibatkan dalam proses perizinannya. Seketika saat perusahaan tambang sudah mulai beroperasi, masyarakat tidak memiliki pilihan selain menjual tanahanya kepada perusahaan atau tidak lagi bisa memanfaatkan tanahnya karena terkena banjir lumpur dan mengalami krisis air. Seketika tanah-tanah masyarakat bagaikan tanah “pinjaman” yang harus dikembalikan kepada pemiliknya. Hadirnya korporasi di sekitar lahan-lahan permukiman warga Makroman menimbulkan dampak lingkungan salah satunya adalah kelangkaan sumber air bersih. Air yang semula muncul di sumbersumber air kini menjadi keruh sejak dihantam banjir lumpur batubara, ada juga yang tertutup karena penggalian batubara. Sementara air di parit parit sawah yang bahkan tak pernah kering di musim kemarau, kini sebaliknya. Musim hujan kini sawah-sawah tak hanya kebanjiran, tapi juga kekurangan aur saat hujan tidak turun.
Perempuan terkait dengan fungsi reproduksi dan peran domestiknya sangat terkait erat dengan air bersih. Maka kebutuhan akan air bersh lebih dirasakan dampaknya oleh perempuan karena perempuan dalam kondisi menstruasi, hamil, melahirkan merawat anak dan keluarga akan membutuhkan banyak air bersih.
Selain rusaknya sumber air bersih, hadirnya perusahaan juga meberikan konsekuensi pada memburuknya kondisi kesehatan warga. Lima jenis penyakit yang banyak diderita adalah ISPA, Myalgia, Gastritis, Tekanan Darah Tinggi, Dermatitis dan Pharangitis dan penyakit-penyakit tersebut dimungkinkan muncul akibat pencemaran lingkungan dari tambang batubara. Penyakit-penyakit tersebut juga lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan oleh warga laki-laki.
Ditambah lagi akibat kerusakan lingkungan masyarakat juga mengalami perubahan moda tanam, hama, dan gulma, serta perubahan daura alam yang juga berdampak pada siklus kerja perempuan-perempuan di Makroman. Berubahya daura alam kemudian membawa konsekuensi menjauhnya kesejahteraan karena perempuan-perempuan di Makroman kehilangan pekerjaan. Dalam hal ini keterlibatan warga warga perempuan dalam mengelola lahan dan kebun keluarga tidak banyak diperhitungkan meskipun kontribusi yang dilakukan sangatlah besar. Hal tersebut membuat warga-warga perempuan memperoleh bayaran yang jauh lebih rendah dibandingkan warga laki-laki saat bekerja menjadi buruh di ladang makakondisi ini semakin menjauhkan perempuan dari kesejahteraan.
2. Kesimpulan dari pembaca bisa dalam bentuk pertanyaan, kesan, refleksi maupun interpretasi.
Dalam pengelolaan lahan dan perkebunan keluarga perempuan banyak memberikan kontribusi misalnya dengan membersihkan alang-alang, memanen, memupuk, dan lain-lain. Namun perempuan dalam penelitian ini bagaikan tidak memiliki kontrol terhadap aset yang yang dimiliki keluarga mereka. Keputusan terkait pengelolaan lahan dan kebun keluarga sepertinya hanya bergulir di tangan kepala keluarga atau pada umumnya laki-laki. Kesempatan untuk dapat mengakses sumber daya alam lebih besar dimiliki oleh laki-laki. Meskpun warga perempuan menjadi yang terlebih dahulu merasakan dampaknya, misalnya saat didarah transmigrasi masyarakat tidak menemukan mata pencaharian sehingga sang suami harus pergi selama berbulan-bulan meninggalkan istrinya tanpa cadangan pangan, perempuan dipaksa bertahan dan memutar otak sendirian mencari sumber pangan bagi dirinya dan anak-anaknya. Perempuan terkait dengan fungsi reproduksi serta peran domestiknya sebagai perawat keluarga jelas menjadipihak yang lebih dulu terkena dampak dari perubahan agraria dari masa ke masa dan juga merasakan dampak kerusakan alam akibat tambang yang masuk ke wilayah kebun dan permukiman mereka di Makroman.