TAMPAH |  Editorial  TKPT | III | November 2021

Conference of Parties (COP) 26 yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 31 Oktober-12 November 2021 di Glasgow, Skotlandia telah usai. Perhelatan besar yang mempertemukan para pemimpin dari 196 anggota peserta United Nations for Climate Change Conference (UNFCCC), salah satunya negara Republik Indonesia dilakukan  untuk membahas situasi krisis iklim yang terjadi di berbagai belahan dunia dan menghasilkan kesepakatan yang menentukan nasib umat manusia.  

Dalam kesempatan tersebut, presiden RI Joko Widodo menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah nyata sebagai upaya mengatasi dampak perubahan iklim yakni dengan mengurangi laju deforestasi terendah sepanjang sejarah, Perhutanan Sosial, TORA, Rehabilitasi gambut dan mangrove, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, serta berbagai upaya nyata lainnya. 

Namun yang tidak nampak dari pidato tersebut, bahwa pengrusakan terhadap ekosistem penting kawasan hutan tetap terjadi. Seperti Di Bengkulu, koalisi masyarakat sipil menolak pertambangan PT. Inmas Abadi karena mengambil wilayah Taman Wisata Alam dan merusak ekosistem gajah di Seblat, Kabupaten Bengkulu Utara. Di Kalimantan Timur, pemerintah setempat membiarkan bekas lubang tambang menganga tanpa reklamasi. 

Presiden juga telah menandatangani kesepakatan transisi batu bara global menuju energi bersih dengan menghentikan penggunaan batubara secara bertahap hingga tahun 2040.  Organisasi masyarakat sipil menyangsikan komitmen pemerintah menurunkan emisi karbon  karena hingga hari ini praktik buruk pemenuhan energi listrik dengan menggunakan batubara masih dilanggengkan. Saat ini saja untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam negeri, terdapat lebih dari 110 juta ton batubara yang dibakar dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Kapasitas PLTU batubara sekarang sebesar 31,9 gigawatt, dan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, akan ada tambahan 13,8 gigawatt PLTU yang dibangun di Jawa dan Sumatera. 

Sangat disayangkan pula, pemerintah akan melakukan transisi energi dan melaksanakan komitmen net zero emission dengan memberikan prasyarat kepada negara maju agar memberikan bantuan pendanaan untuk memensiunkan batubara dan membiayai pembangunan pembangkit energi baru terbarukan.