Penerbitan No. 1/06/2017  ⏐ 15 juni 2017
Jambore Perempuan Pejuang Tanah Air
Narahubung :  Siti Maemunah, hp 08111040463


 Mengapa “Pejuang Tanah Air”?

Bisa jadi para pembaca budiman bertanya, mengapa kami pakai istilah “Pejuang Tanah Air”. Kami perlu jelaskan bahwa pilihan itu sama sekali bukan untuk gagah-gagahan. Bukan! Kami pakai istilah “pejuang tanah air”, dengan penuh perhitungan sehubungan dengan situasi yang dihadapi oleh para perempuan Indonesia di tempat-tempat  di Indonesia yang tanah airnya yang terancam oleh berbagai macam perusak, dan proses perusakan tanah air mereka. Bila para perempuan itu tidak bergabung dalam kekuatan masyarakat untuk berjuang melawan kekuatan-kekuatan perusak syarat-syarat keberlangsungan hidup mereka, maka mereka ini tidak bisa berlanjut hidup dalam kualitas seperti sedia kala. Mereka harus berjuang kalau tidak mau kalah. Karena kerusakan ini menyangkut kualitas tanah dan air, maka korbannya itu bisa sakit, hingga kemiskinan yang mereka derita bisa membuat mereka  minder atau tidak percaya diri, dan seterusnya. Karena itu mereka musti berjuang dan menjadi pejuang.

Memilih kata “juang” itu sudah dipertimbangkan secara seksama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), ada keterangan mengenai kata “juang” sebagai berikut:

juang1/ju·ang/berjuang/ber·ju·ang/ v 1 berlaga (tentang binatang yang besar-besar); berlawan: dua ekor gajah jantan ~ memperebutkan betinanya; 2 memperebutkan sesuatu dengan mengadu tenaga; berperang; berkelahi: segenap rakyat ikut serta ~ untuk mencapai kemerdekaan; 3 berlanggaran (tentang perahu, ombak, dan sebagainya); 4 berusaha sekuat tenaga tentang sesuatu; berusaha penuh dengan kesukaran dan bahaya: pihak keamanan sudah ~ membebaskan saudara itu;

Jadi, pejuang tanah air adalah mereka yang berjuang demi “tanah air”nya. Kata “tanah air” mengikuti KBBI (2016) berarti “negeri tempat kelahiran”. Tiap-tiap tanah air selalu ada muatan emosi dan identifikasi diri pada suatu tempat kehaliran. Tanah air membawa kita pada urusan hidup dan mati bisa bertaruh nyawa kita memperjuangkan tanah air kita. Tanah air selalu punya panggilan, tak ada yang memiliki panggilan sekuat tanah air, seperti ikatan dengan tali pusar, ikatan tanah kelahiran, tak tergantikan. Tanah air punya banyak bentuk panggilan, lebih-lebih dalam bentuk syair dan lagu. Ingatkan pada lirik lagu  “Tanah Airku” dari Sarijah Niung, yang lebih terkenal dengan nama Ibu Sud.

Tanah air ku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidakkan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai

Walaupun banyak negeri kujalani
yang mahsyur permai di kata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Disanalah ku rasa senang
Tanah ku tak kulupakan
Engkau kubanggakan

Ingat lagu “Indonesia Pusaka” karya Ismail Marzuki?

Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja-puja bangsa

Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Tempat akhir menutup mata

Sungguh indah tanah air beta
Tiada bandingnya di dunia
Karya indah Tuhan Maha Kuasa
Bagi bangsa yang memujanya

Indonesia ibu pertiwi
Kau kupuja kau kukasihi
Tenagaku bahkan pun jiwaku
Kepadamu rela kuberi

Kami pernah mengumpulkan istilah-istilah dari berbagai bahasa untuk tanah air, dalam percakapan bersama dengan 13 (tiga belas) perempuan pelajar “Studi Agraria dan Pemberdayaan Perempuan”, Sajogyo Institute, di Bogor, pada sekitar awal tahun 2016. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Di Aceh, ada istilah  trimeng geunesah  yang merupakan ungkapan pendek dari nangroe atau negeri. Nangroe atau negeri merupakan narasi “tanah air” dalam gambaran besar, sementara gampung adalah tanah air dalam lingkup kecil di Aceh Utara.

Di Tidore ada istilah kie se gama malinga. Kie segam menggambarkan tanah air yang paling umum dalam bahasa Tidore. Kie artinya gunung, gam itu kampung = tanah air. Ada peribahasa, sari-sari ahu ma, kie segama to sadia, yaya seba tosoninga jou koma, fio raosito. Artinya perjalanan hidup yang berliku, tanah airku tinggalkan, ibu bapak ku kenangkan wahai, kapankah akan kembali. Adapula peribahasa Dodomi ma gonyihi. Artinya tempat tali pusar, tempat kelahiran, seperti dalam ungkapan “Gammalamo se oti maside yo so nou dodokmi mgonyihi taogi-togi geno koliho, raro kie se gam dodomi ma goniyhi.” Artinya tanah di kampung dan layar-layar perahu, menaungi kampong halaman kami, walau kau pergi, wahai anakku pulanglah dan lihatlah tanah airmu, tempat tali pusarmu terkubur.

Di Tarutung ada istilah bona pasongit  dari bona pasogit nauli dang boi taelumpahon. Bona adalah akar akar dari sebuah tumbuhan, minat merantau sangat besar dan tujuannya untuk kembali ke kampung setelah sukses, niat pulang kampung kita sangat besar. Bona bermakna cinta terhadap kampung halamanya. Pasogit tanah kelahiran, tempat yang lahir tidak melupakan kampung disini lahir dan mendapat pengetahuan “Akan kembali ke tanah air. Artinya tanah air tanah kelahiran yang indah tidak bisa dilupakan.

Huta Hutubuan. Mulak tu hua hatubuan masihol, artinya  kita yang lahir tidak melupakan kampung kita. Mereka yang pergi dari tanah airnya, selalu punya usaha untuk pulang, berusaha tidak berdiam diri, punya perbuatan kembali ke tanah air. Itu mudah diwujudkan begitu dipanggil, maka dia akan kembali .

Di Tojo Una-Una, dalam bahasa Ta’a ada istilah lipu bermakna tanah air, seperti dalam cerita jaman kerajaan adanya benteng penjagaan dan di setiap rumah-penduduk  ada tertulis ungkapan “lipu tau boros kampong kita biar kampong semua suku ada didalamnya ramah-damai“. Lipu tahu boros artinya boros kampung kita.

Di Manado ada istilah kita pe kampung, artinya kampung kita. Sedangkan orang dari suku Minahasa menggunakan bahasa Tongsea. Bahasa ini sudah jarang digunakan, dan sudah sangat sedikit yang menggunakan.  Ada istilah Makatana Kawanua untuk pengertian tanah air. Makatana torang punya bahasa.

Di Sulawesi ada beberapa suku, dengan bahasa masing-masing. Dalam falsafah orang Bugis Makasar ada istilah: siri Na pace Makasar, siri Na pesse bugis. Dalam bahasa Tondok, ada istilah Sule dio tondoku,  atau pulang ke kampungku. Ada istilah  Siri Napacce”. Siri artinya malu. Pacce artinya pese itu pedih dan perih sekaligus kokoh dan kuat, siapapun menggangu merampas hak-hak orang Makasar, maka akan dilawan sampai darah penghabisan. Falsafah hidupnya adalah mempertahankan hidup dan hak miliknya.

Penulis : Noer Fauzi Rachman