Membaca situasi perempuan hari ini, tidak dapat dipisahkan dari wacana ketimpangan gender dalam kepemilikan serta akses terhadap common proverty terutama tanah. Mainstreaming gender dalam pelaksanaan reforma agraria sejati sangat diperlukan. Selama ini dalam proses sertifikasi tanah misalnya, perempuan seringkali mengalami lebih banyak rintangan berupa hukum formal, adat dan bias sosial. Sehingga tercipta relasi timpang dalam penguasaan dan akses sumberdaya. Oleh sebab itu diskusi sesi keempat, Sajogyo Institute (SAINS) menyoal keterkaitan antara gender dan reforma agraria melalui tema diskusi “Gender dan hak atas tanah”. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 28 September 2016 di Kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia, Jl. Tegal Parang Utara No 37, Jakarta Selatan.

Diskusi dimulai dari penjelasan oleh moderator mengenai ke-istimewaan penulis dan signifikansi naskah terpilih dalam mendalami tema. Diantaranya adalah Bina Agarwal sebagai intelektual terkemuka dari Institute of Economic Growth, University of Delhi yang selalu menjadi rujukan utama dalam mendiskusikan hak perempuan atas tanah. karya klasik Agarwal “A Field of One’s Own, Gender and Land Rights in South Asia” direview oleh Perdana Putri dari Asia Justice. Buku ini menekankan pentingnya hak efektif bagi perempuan atas tanah. Bukan hanya memiliki tanah di atas kertas (atau berbagi kepemilikan tanah bersama pasangan lelakinya) di atas kertas (legal rights), tapi harus ada hak kontrol perempuan terhadap tanah. Selengkapnya: Siaran Pers Sesi 4