Profil

PEREMPUAN PEJUANG TANAH AIR

PROGRAM BEASISWA STUDI AGRARIA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

SAJOGYO INSTITUTE 2016/2017

Tuduhan biasanya datang dari masyarakat yang pro-pertambangan. Saya dikatakan perempuan malam, tak punya harga diri, selalu jalan malam, selalu naik ojek turun ojek, juga tidak tidur di rumah, tidak mengurus rumah tangga. Bahkan, dituduh melakukan perselingkuhan dengan tukang ojek. Saya sebetulnya merasa malu, sakit hati, dan sedih membayangkan apa yang dipikirkan oleh suami-suami tentang saya” tutur Aleta. (Maemunah, 2015)

 English Version

Ungkapan yang disampaikan Aleta Ba’un – perempuan adat Mollo, menegaskan saat berjuang menyelamatkan tanah airnya perempuan mengalami tantangan yang berlapis. Aleta memimpin perjuangan menyelamatkan wilayah adat Mollo dari pertambangan marmer dengan mengorganisir 22 desa untuk bersatu mempertahankan wilayah adat dan budaya Mollo. Di saat yang sama dia harus menghadapi stigma buruk yang dilekatkan kepada dirinya sebagai perempuan baik oleh keluarga, maupun masyarakat dan negara.

Isu perempuan dan agraria menjadi hal yang penting diangkat mengingat perjuangan mempertahankan tanah air tak terpisahkan dengan peran-peran perempuan dalam kehidupan keluarga dan bernegara. Isu tersebut sudah sejak lama ditekuni Sajogyo Institue melalui buah pikir Prof. Pudjiwati Sajogyo, khususnya berkaitan dengan tema Perempuan dan Pembangunan di Pedesaan. Upaya ini berlanjut dengan mendorong kluster riset bertema Perjuangan Akses Perempuan atas Tanah dan Sumber Daya Alam (2013). Kini Sajogyo Institute bermaksud mengakarkan riset ini dengan praktek langsung melalui program Program Studi Agraria dan Pemberdayaan Perempuan (SAPP). Program yang bertujuan memudahkan para perempuan belajar menjadi pemimpin perjuangan tanah air melalui Lingkar Belajar Perempuan (LBP). LBP yang akan dibantu oleh fasilitator akan menjadi pusat belajar utama dalam jejaring dan bertempat di situs-situs krisis sosial ekologis terpilih.

Sepanjang 2016 hingga 2017, SAPP memberikan kesempatan kepada sarjana S-1 perempuan untuk mendapat beasiswa dan mempraktekkan pengetahuan dan pengalamannya pada wilayah-wilayah yang mengalami krisis sosial ekologis yang beragam. Penerima beasiswa akan dididik dan dilatih selama 30 hari agar mampu menjadi fasilitor perubahan sekaligus peneliti yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan kelompok dan individu perempuan pemimpin komunitas dan menuliskan pengalaman dan pembelajarannya dalam bentuk catatan etnografi.

Proses belajar bersama di LBP ini akan didampingi seorang fasilitator yang akan yang membantu para perempuan untuk:

1). menemukenali krisis sosial-ekologi yang di hadapi,
2). meneguhkan motivasi untuk berjuang menyusun dan menguatkan arus balik menghadapi krisis sosial-ekologi,
3). memperluas perspektif perempuan, imajinasi dan rujukan mengenai apa yang bisa dilakukan,
4). meningkatkan keterampilan-keterampilan dalam rangka membentuk kepemimpinan perempuan yang berhasil.

Program ini memadukan riset dan pengelolaan pengetahuan di tingkat kampung, pulau dan nasional. Fasilitator mendorong para perempuan di LBP terlibat dalam kegiatan penelitian aksi partisipatif (Participatory Action Research) agar mampu menemukenali dan memahami kondisi krisis yang sedang dihadapi. Proses menemukenali krisis ini bisa dilakukan dengan beragam cara salah satunya melalui kegiatan jelajah ruang hidup dan fotovoice. Kegiatan jelajah ruang hidup akan membantu peserta LBP untuk menandai perubahan-perubahan pada bentang alam dan kehidupan sosial komunitas. Selanjutnya, fasiltiator akan mengajak pegiat komunitas untuk mencoba menggali potensi melalui aksi-aksi pemulihan krisis. Selama proses berlangsung, akan dialakukan pendokumentasian perubahanperubahan dan temuan-temuan yang dihasilkan melalui berbagai macam media seperti catatan etnografi, fotovoice, majalah dinding, dan video. Pendokumentasian dilakukan sebagai sarana menunjukkan pengetahuan dan pengalaman perempuan serta proses mereka memperjuangkan tanah air dalam situasi krisis sosial ekologis.

Pada waktu yang sama, sebuah sistem pengelolaan pengetahuan akan dibangun dengan dukungan tim pendukung pada skala regional, pulau dan nasional, yang terdiri dari akademisi, peneliti dan aktivis yang berperan membantu melakukan analisis dan memperbesar pengetahuan dari kampung. Upaya ini akan dilakukan melalui proses mentoring, reading group, diskusi publik, ceramah lokakarya berjalan, jambore, dan penerbitan serial publikasi perempuan pejuang tanah air.

Tujuan Program

Program ini bertujuan :
1) Mendokumentasi pengalaman, pengetahuan dan respon mereka pada 13 lokasi yang mengalami krisis sosial ekologi;
2) Memahami proses dan dinamika, menumbuhkembangkan kepemimpinan perempuan di 13 lokasi yang menghadapi krisis sosial-ekologi;
3) Menghasilkan paket-paket pengetahuan tentang, untuk dan dengan perspektif perempuan mengenai krisis sosial-ekologi dan berbagai cara menghadapinya; dan
4) Memaparkan proses dan dinamika membangun jaringan perempuan pemimpin untuk menghadapi krisis sosial- ekologi.

Pengelola Program

Program ini diselenggarakan oleh Sajogyo Institute dan dikelola oleh: Noer Fauzi Rachman (Program Advisor), Siti Maimunah (Koordinator Program), Ciptaningrat Larastiti (Staf Program) dan Nila Dini (Staf Pengelolaan Pengetahuan). Kontak : Siti Maimunah (hp 0811920462).

Bentuk Program

Adapun bentuk-bentuk kegiatan program antara lain:

  1. Asesmen 11 Lokasi Lingkar Belajar Perempuan

Kegiatan ini merupakan tahapan awal suatu rangkaian kajian potensi dan kesiapan wilayah untuk program mendorong tumbuh kembang para perempuan pemimpin di 11 situs krisis sosial ekologi (Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi). Proses pemeriksaan kebutuhan belajar perempuan pemimpin ini dilakukan oleh 11 asesor (peneliti) yang terdiri dari 6 peneliti utama dan 5 asisten peneliti, mereka diantaranya: Wina Khairina dan Fitri Rabbani di Aceh, Vegitya Ramadhani Puti dan Trya Adhelia di Sumatera Selatan, Anna Mariana dan Nila Dini di Sulawesi Tengah, Melly Setyawati Mulyani dan Mareta Sari di Kalimantan Timur, Mariamah Achmad dan Ganies Oktaviana di Kalimantan Barat, dan Asikin Nur Thalib di Kalimantan Utara. Kegiatan ini menghasilkan beb

  1. Diskusi Publik

Acara ini ini bertujuan mengangkat tentang bagaimana perjuangan tanah air ada dalam krisis sosial-ekologi yang dihadapi oleh para perempuan di kawasankawasan eksploitasi sumber daya alam ke media publik, serta bagaimana upaya yang dilakukan oleh perempuan pemimpin, dan dukungan-dukungan seperti apa yang dibutuhkan oleh perempuan untuk berjuang. Acara yang diselenggarakan bersama antara Sajogyo Institute, Program Studi Kajian gender Unievrsitas Indonesia (PSKG UI), Asia Foundation dan Mongabay ini mengundang 5

perempuan pejuang sebagai inspirator, mereka diantaranya Eva Bande (Pejuang Agraria; Sulawesi Tengah), Aleta Baun (Tokoh adat, Pimpinan OAT, anggota DPRD NTT; Molo NTT), Nissa Wargadipura (Pimpinan Pesantren Ekologi Ath- Thariq; Garut), Rosmedia (Petani; Sumatera Utara) dan Gunarti (Pejuang Masyarakat Adat Sedulur Sikep; Pati Jateng).

  1. Lokalatih Fasilitator

Beasiswa program studi agraria dan pemberdayaan perempuan merupakan program Sajogyo Institute yang bertujuan tidak hanya untuk melahirkan seorang fasilitator bagi Lingkar Belajar Perempuan (LBP) di 13 Desa di 8 Provinsi di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur, tetapi juga seorang peneliti yang akan melakukan pengamatan, pencatatan dan pengumpulan data, bersamaan dengan agenda-agenda Lingkar Belajar Perempuan (LBP). Lingkar belajar ini berperan memudahkan proses menumbuhkembangkan kepemimpinan perempuan dalam upaya pemulihan situasi krisis sosial ekologis pada skala kampung. Sebelum turun lapang ke masing-masing desa selama 1 tahun, para fasilitator akan dimampukan dengan serangkaian pengetahuan dan keterampilan yang memadukan pendidikan kelas, kelompok diskusi dan praktek lapang melalui lokalatih fasilitator selama 30 hari di bulan Januari 2016.

  1. Pameran Belajar “Belajar dari Kampung”

Proses belajar selama, kurang lebih, tiga bulan di kampung menghadirkan kekayaan pengalaman yang belum tentu mampu terurai dari catatan-catatan fasilitator. Pertemuan ini membuka ruang mencurahkan segala emosi dan pengalaman selama di kampung sekaligus menata kembali proses belajar fasilitator. Di dalam sesi ini juga, fasilitator bersama pengelola program melakukan pendalaman terhadap temuan-temuan lapang sekaligus teorisasi atas proses belajar. Pengalaman empiris ketigabelas fasilitator, seyogyanya, mampu menawarkan relung metodologis dengan penyusunan manual dan metode belajar. Melalui pertemuan “Belajar dari Kampung”, fasilitator melakukan refleksi mengenai perubahan-perubahan yang terjadi di kampung dan dalam diri mereka. Melalui proses reflektif ini, harapannya, fasilitator sekaligus pengelola program bisa memaknai wajah krisis sosial ekologis dan gender sebagai moda penyingkiran. Pertemuan ini, nantinya ditutup dengan pameran apresiasi belajar sebagai cara untuk merayakan dan mempromosikan pendekatan belajar studi agraria dan pemberdayaan perempuan kepada publik.

 

Informasi lebih lanjut dapat mengunjungi:

Kantor Sajogyo Institute: Jalan Malabar No. 22 Kelurahan Babakan Kecamatan Bogor Tengah 16151 Bogor| Website: www.sajogyo-institute.org | Facebook: Sajogyo Institute official | Twitter: @sajogyo atau menghubungi: Telp / Fax Kantor: 0251-8374048 | Hp. 081288127486 / 085719610656

Sajogyo Institute

Sajogyo Institute adalah Pusat Studi dan Dokumentasi Agraria Indonesia. Lembaga yang didirikan pada tanggal 10 Maret 2005 ini bergerak dalam produksi dan layanan pengetahuan untuk kemajuan gerakan sosial dan perbaikan kebijakan agraria, dan pembangunan pedesaan di Indonesia.

 

Ikuti Kami

Terkini